JAKARTA, Berita HUKUM - Puluhan petani asal Sumatera Utara (Sumut) yang tergabung dalam Komite Revolusi Agraria (KRA) beranggotakan 15 kelompok Tani dan berjuang menuntut hak pengelolaan atas tanah milik mereka.
Sepuluh orang dari (KRA) telah diterima Deputi V Menkopolhukam Kamis (21/2) pada pukul 13:00 WIB tadi di Jalan Medan Merdeka Barat.
Sebelumnya mereka juga telah diterima oleh Pejabat di Kementerian Dalam Negeri. Di depan Kementerian Polhukam mereka juga membentangkan spanduk meminta "Bubarkan Perkebunan Swasta, Asing, bahkan Pemerintah agar sepenuhnya di kelola rakyat," teriak mereka.
Tujuan kami ke Jakarta membawa sejumlah kasus yang kami alami dari berupa kekerasan dari oknum TNI, dan Polri, terhadap kasus sengketa lahan kami.
Makanya kami menganggap pemerintah daerah tidak mampu menyelesaikan permasalahan kami di daerah kami di Sumut, dari itu kami kemari.
"Kami datangi ke Ibu Kota Jakarta, mengharapkan penyelesaian dan campur tangan kekuasaan yang dimiliki pemerintah pusat semoga berpihak ke masyarakat kecil," ujar Marihot.
Kami sudah ke Badan Pertanahan Negara (BPN), namun Direktur pertanahan tidak bersedia menemui kami hanya ditemui pegawai biasa kami sangat kecewa.
Kami melaporkan Kemendagri, ke Baharkam Mabes Polri, dan apa yang telah diperbuat kesewenang-wenangan dari PTPN IV, PTPN II, PTPN III Kebun Setia Janji, BRIDESTONE Milik PMA Jepang, PT LONSUM, PT ASAM JAWA, PT BSP (Bakrie Sumatera Plantation), PUSKOPAD DAM I BB.
"Kami terus akan memperjuangkan hak kami, atas tanah yang sejak lama telah kami kelola, dimana tanah itu merupakan status eks HGU dan sudah lama habis HGU-nya serta dapat menghidupi kami dan anak-anak kami bisa sekolah," ujar Marihot kembali.
Kami akan mendatangi Komnas HAM dalam waktu dekat ini, kemana pun akan kami tempuh untuk dapat bertahan hidup, kami hanya petani kecil.
"Negara harusnya menjaga dan melindungi kami, bukan sebaliknya melakukan teror berupa pengerusakan dan intimidasi dengan mengusir kami dari lahan yang kami miliki," pungkasnya.(bhc/put) |