JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Kondisi politik nasional sangat buruk. Hal ini didasari kepercayaan masyarakat terhadap partai politik (parpol) menurun, akibat dari kasus korupsi yang melibatkan politisi. Hal ini merupakan tantangan bagi parpol untuk mengembalikan rasa kepercayaan masyarakat.
“Penilaian rakyat terhadap politik yang negatif merupakan basis sosial bagi perubahan politik pada pemilu 2014. Ini akan menjadi opportunity bagi partai untuk membenahi partainya dalam merebut suara konstituen," kata peneliti Lembaga Survei Indonesia (LSI) Burhanuddin Muhtadi, saat menyampaikan hasil survei di kantor LSI, Jakarta, Minggu (19/2).
Survei mengenai Perubahan Politik 2014 dan Trend Partai Politik, dilaksanakan selama dua pekan, yakni 1-12 Febuari 2012. Survei ini mengambil sampel sebanyak 2.050 orang di 33 provinsi dengan kuota yang disesuaikan dengan total pemilih di masing-masing daerah. Sementara untuk populasi dikelompokkan dalam kategori perempuan-pria (50%-50%) dan desa-kota (60-40).
Menurut dia, jumlha responden yang menilai kondisi politik nasional sangat buruk sebesar 27,0 persen. Sedangkan yang menyatakan sangat buruk 6,8 persen, dan jawaban tidak tahu kondisi politik mencapai 9,0 persen. Sedangkan 20,9 persen responden yang menyatakan situasi perpolitikan nasional dalam kondisi baik, adapun 2,0 persen lainnya menilai sangat baik, dan 34,2 persen menyatakan sedang atau normatif.
Burhanuddin menegaskan, jika analisis lebih difokuskan pada respon responden pada pilihan baik - sangat baik dengan buruk - sangat buruk, secara longitudinal akan terlihat adanya tren yang menunjukkan bahwa rakyat secara umum menilai kondisi politik nasional cenderung memburuk. "Penilaian buruk atau negatif pada politik nasional mulai terjadi pada setahun terakhir ini atau 2011-2012. Padahal, sebelumnya masyarakat lebih banyak yang menilai kondisi politik kita baik dibanding yang menilai buruk," jelasnya.
Survei juga menunjukkan bahwa sebagian besar partai mengalami kemandegan dukungan pemilih dan sebagian yang lain mengalami penurunan. Dukungan untuk Partai Golkar dan PDIP stagnan di angka 13-15 persen. Sementara pilihan untuk Partai Demokrat turun drastis menjadi 13,7 persen dibanding total suara yang didapat partai tersebut pada pemilu 2009 yaitu 21 persen.
Khusus Partai Demokrat, hasil survei LSI menunjukkan tren penurunan yang terus menerus. Setelah sempat mendapat dukungan responden sebanyak 50 persen pada September 2009, partai yang dimotori Anas Urbaningrum itu terus ditinggalkan oleh responden yang dipilih LSI. "Pada Januari 2010 pilihan untuk Demokrat sudah turun 19 persen menjadi 31 persen. Sedangkan Desember 2011 turun lagi menjadi 21 persen dan sekarang 13,7 persen. Penurunan dukungan ini, anehnya tidak diikuti oleh kenaikan dukungan yang signifikan untuk partai-partai lain,” jelas Burhanuddin.
Diungkapakan, hasil survei juga menunjukkan bahwa dukungan untuk partai-partai menengah seperti Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatian Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ,dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) juga stagnan pada angka 4-5 persen. Bahkan, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam survei ini turun drastis menjadi 3,7 persen. “Padahal dalam pemilu 2009 lalu mendapat delapan persen suara,” papar dia.
Hasil keseluruhan survei LSI ini, menunjukan bahwa Partai Golkar menempati urutan teratas dengan mendapat 15,5 persen dukungan, Demokrat di tempat kedua dengan 13,7 persen, PDIP 13,6 persen, Gerindra dan PPP 4,9 persen, PKB 4,6 persen, PAN 4,1 persen, PKS 3,7 persen, Partai Hati Nurani Rakyat 1,2 persen dan lainnya 5,1 persen dan belum tahu 28,9 persen.
Penegakkan Hukum
Pada bagian lain, lanjut Burhanuddin, survei juga menunjukan bahwa penegakkan hukum nasional dalam pemerintahan SBY-Boediono dinilai masyarakat makin memburuk. Setidaknya 39,4 persen masyarakat Indonesia dari 33 provinsi menyatakan buruk dan sangat buruk. Sedangkan yang menyatakan penegakan hukum baik hanya sebesar 27,5 persen.
“Penilaian masyarakat terhadap penegakkan hukum nasional dari enam pertanyaan yang diajukan masing-masing tercatat sangat baik 2,3 persen, baik 25,2 persen, sedang 27,5 persen, buruk 31,7 persen, sangat buruk 7,7 persen dan 5,6 persen. Sedangkan sisanya menyatakan tidak tahu,” jelas dia.
Menurutnya, enam pertanyaan itu diajukan LSI kepada 2.050 responden. Dengan pilihan jawaban sangat baik, baik, sedang, buruk, sangat buruk dan tidak tahu, didapatkan hasil bahwa penegakan hukum nasional mengalami penurunan sangat drastis. “Masyarakat secara perlahan namun pasti, menilai kulaitas penegakan hukum makin turun,” jelas dia.
Namun, imbuh Burhanuddin, hal ini masih dapat terselamatkan pada akhir 2009, ketika Pansus Century DPR terbentuk. Ada sedikit kecenderungan penilaian positif terhadap penegakkan hukum. Kemudian, ketika Nazaruddin tertangkap dan diproses secara hukum. “Penetapan sejumlah tersangka kasus Nazaruddin sedikit membantu kepercayaan penegakan hukum,” ungkap dia.
Sementara berdasarkan catatan LSI, penegakkan hukum pemerintahan SBY ini terus mengalami penurunan sejak akhir 2008. Saat itu tercatat masyarakat mengapresiasi dengan 32 persen, kemudian pada akhir 2009 mengalami penurunan drastis hingga menyentuh angka 5 persen. Tren penurunan terus berlanjut pada akhir 2010 yakni 2 persen, kemudian pada akhir 2011 tercatat 9 persen dan pada awal tahun 2012 ini tercatat -12 persen. (inc/rob/wmr)
|