JAKARTA, Berita HUKUM - Kekerasan terhadap pers yang marak terjadi diulas dan bersama mencari titik temu agar persoalan yang melawan hukum tersebut dapat ditindak. Bertempat di lantai 12 gedung TVRI, kasus terbaru yakni penyerangan terhadap kantor TVRI Gorontalo dan pembakaran kantor harian Palopo Pos, menjadi perbincangan khusus pada konfrensi pers di markas stasiun TV tertua di Indonesia tersebut.
Secara bersama, TVRI bersama Dewan Pers, AJI, IJTI, PWI, LSPP, Pengacara Todung Mulya Lubis dan seluruh Wartawan serta pekerja pers mengecam berbagai tindakan kekerasan yang bahkan frontal dan brutal.
"Jelas meminta pengusutan, kami desak Kapolri menindak pihak yang terlibat, dan kami telah mengirim surat kepada Kapolri yang mudah-mudahan dengan surat ini Kapolri dapat memerintahkan tindakan penangkapan terhadap pelaku," kata Direktur Program dan Berita LPP TVRI, Irwan Hendarmin pada konfrensi pers tersebut, Senin (1/4).
Dari data Aliansi Jurnalis Independen (AJI), mengungkapkan bahwa kasus penyerangan kantor TVRI di Gorontalo sudah ada 1 orang yang akan diamankan, sedangkan 2 Wartawan TVRI telah melapor karena merasa sudah dicari-cari, dimana keselamatan diri kedua Wartawan itu terancam.
AJI meminta Kapolri turun tangan dan harus menindak tegas, sebab kekerasan terhadap pers sering terjadi dari tentara, polisi, hingga ada yang dari kepala dinas, jaksa dan bupati. Parahnya disatu sisi pekerjaan mereka membutuhkan pers.
Ignatius dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) mengungkapkan masyarakat Indonesia masih perlu belajar banyak tentang arti pers dalam alam demokrasi.
"Betapa kita sebenarnya tidak pandai berdemokrasi, seperti yang terjadi di Gorontalo dan Palopo, jangan menyalahkan media, sebab pers atau media jika diserang tentu saja menyurutkan demokrasi. Pers adalah bagian dari demokrasi, saya mengecam apa yang terjadi di Gorontalo dan Palopo, hal ini tentu saja akan dikecam tidak saja nasional tapi juga internasional," kata Ignatius.
Sementara itu Pengacara dan Pemerhati Kekerasan terhadap Pers, Todung Mulya Lubis mengaku sedih dengan apa yang sering terjadi terhadap pers Indonesia.
"Saya sangat gundah dengan kekerasan kepada pers akhir-akhir ini, kasus di Gorontalo hanya sebagai puncak dari gunung es yang jelas masih akan terjadi," keluh Todung.
Ditambahkannya bahwa TVRI hanya mengutip putusan yang memang faktual. "Dimana pelanggaran kode etiknya? Dimana pelanggaran hukumnya," ujar Todung kesal
Demikian juga yang terjadi di Palopo, kasus demi kasus kekerasan terhadap pers terus terjadi. "Ini miris sekali, saya mengharapkan PWI, AJI dan lain-lain bersatu untuk menuntaskan kasus ini, saya meminta kepada kapolri untuk membahas dan menuntaskan kasus ini, ini adalah tanggung jawab kepolisian. MA juga begitu, sesuai pasal UU no 40 1999, dan sebenarnya tanpa harus diminta," pungkas Todung.(bhc/mdb) |