MEDAN, Berita HUKUM - Data Seknas Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sumut, berdasarkan rangkuman dari audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Oktober 2012, menyebutkan Sumatera Utara duduk di posisi ketiga dalam hal besarnya kerugian negara dari berbagai perkara korupsi.
Direktur Eksekutif FITRA Sumut Rurita Ningrum, saat menjadi pembicara di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Kamis (21/3) menjelaskan adapun pada Oktober 2012 kerugian negara di Sumut mencapai Rp 515,5 miliar dari 334 perkara. Posisi pertama diduduki oleh DKI Jakarta, dimana dari 715 kasus kerugian negara mencapai Rp 721,5 miliar dan peringkat kedua adalah wilayah Aceh, dimana terdapat 629 perkara dengan kerugian negara sebesar Rp 669,8 miliar.
Ditempat yang sama, dalam diskusi publik bertemakan ''Peran Lembaga Penegak Hukum Terhadap Judicial Corruption di Sumut'', Rurita menjelaskan berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Indonesia Corruption Wacth (ICW) menyebutkan kasus dugaan korupsi Proyek Pemeliharaan dan Pembangunan Jalan dan Jembatan di Dinas PU Deliserdang, adalah urutan kedua dari lima kasus korupsi kelas kakap pada semester I tahun 2012 di Indonesia.
"Maka sebenarnya Sumut bisa masuk dalam nominasi kategori tujuh keajaiban dunia. Kemaren gubernur kita tersangka, walikota kita pun kini tersangka. Di Medan, ada pasar tradisional yang didirikan di jalan seperti di jalan AR Hakim Medan. Jadi sebenarnya kita sudah bisa masuk nominasi diluar nomor tiga kerugian negara terbesar akibat korupsi, dan nomor dua kasus korupsi terhebat di Indonesia," ujarnya.
Di kesempatan yang sama, logika berfikir hukum dalam persoalan perkara dugaan korupsi Dinas PU Deliserdang pun sangat menarik. Dimana sampai saat ini pucuk pimpinan di wilayah tersebut dalam hal ini bupatinya, belum juga ditetapkan sebagai tersangka.
Padahal dalam perkara tersebut, Kadis PU Deliserdang Faisal, Bendahara Pengeluaran Elfian dan Bendahara Umum Daerah Agus Sumantri telah ditetapkan penyidik sebagai tersangka dan kita sebagai terdakwa. "Tidak mungkin bawahan melakukan sesuatu yang lama dan terus menerus tanpa diketahui pimpinan," urai Rurita.
Dirinya pun mengatakan, masyarakat dan LSM tidak harus melulu melakukan audit terhadap proyek-proyek pada beberapa dinas. Sebab katanya korupsi yang dilakukan oknuk-oknum pejabat di pemerintahan sudah sangat hebat. Untuk itu, masyarakat dan LSM pun harus pula melakukan audit terhadap audit-audit yang dilakukan BPK dan BPKP. Sebab, katanya, tidak menutup kemungkinan audit yang dilakukan lembaga tadi adalah pesanan.
Dalam perkara Bansos kedepannya, dirinya menjelaskan harusnya pemerintah dalam hal ini Pemprovsu harusnya mencantumkan nama-nama lembaga yang menerima dana bansos ke media massa. Hal itu memungkinkan masyarakat ramai mengetahui dan dapat menilai kelayakan dari si penerima dana bansos.
"Penerima dana bansos tahun ini harusnya diumumkan pada media massa agar media sendiri dan masyarakat secara keseluruhan ikut mengevaluasi. LSM sangat banyak sekali saat ini, apalagi alamat dan lain-lainnya ada yang tidak jelas," ujarnya.
Untuk itu, katanya, banyaknya persoalan perkara korupsi di Sumut adalah menjadi tanggungjawab penegak hukum dalam hal ini Kejaksaan dan Kepolisian. Namun di sisi lain pengacara pun harus ikut ambil bagian dalam proses mengikis persoalan-persoalan korupsi yang terjadi selama ini.
"Selain itu membersihkan sistem perekrutan penegak hukum dalam hal ini hakim, hakim agung, hakim ad hoc segera diberlakukan. Selain kita sama-sama menguatkan Komisi Pemberantasan Korupsi," ujarnya.(bhc/and) |