MEDAN, Berita HUKUM - LBH Medan mendesak Polsek Medan Timur agar melibatkan Balai Pemasyarakatan dalam melakukan penyelidikan terkait tersangka penganiayaan masih dibawah umur, hal ini dikatakan langsung Yurika N SH selaku Kepala Divisi Buruh, Perempuan dan Anak, kepada Wartawan melalui selulernya, Sabtu (8/6).
Yurika mengatakan beberapa waktu lalu di beberapa media massa baru-baru ini memberitakan penyidik Polsek Medan Timur telah menetapkan 2 bersaudara yang juga masih anak-anak sebagai tersangka dan diduga melakukan tindak pidana secara bersama-sama, mereka melakukan kekerasan terhadap orang ( penganiayaan) yang dilakukan di muka umum.
Lanjutnya lagi, "Sebagaimana dimaksud pada Pasal 170 KUHPidana Subs Pasal 80 UU RI No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman Pidana 5 tahun 6 bulan. Kedua anak tersebut masing-masing berinisial IR umur 12 tahun seorang pelajar kelas VI di salah satu SD Kota Medan, dan abangnya D Umur 14 tahun seorang pelajar kelas 1 di salah satu SLTP Kota Medan, padahal IR sendiri adalah korban penganiayaan oleh Pelapor," ujarnya.
Yurika menambahkan, “Kita dari LBH Medan keberatan dan melakukan protes keras atas ditetapkannya kedua anak tersebut sebagai tersangka oleh penyidik Polsek Medan Timur dikarenakan telah melanggar ketentuan Pasal 42 ayat (2) UU No.3 Tahun 1977,” tambahnya.
Hal tersebut dikatakan Yurika dikarenakan pasal tersebut tentang Peradilan Anak yang berbunyi: "Dalam melakukan penyidikan terhadap anak nakal, penyidik wajib meminta pertimbangan atau saran dari Pembimbing Kemasyarakatan, dan apabila perlu juga dapat meminta pertimbangan atau saran dari ahli pendidikan, ahli kesehatan jiwa, ahli agama, atau petugas kemasyarakatan lainnya".
Namun pihak Kepolisian tidak melaksanakan ketentuan tersebut dengan langsung menetapkan keduanya sebagai tersangka. Padahal tanggal 4 Juni pihak Pelapor telah melakukan perdamaian dengan keluarga Terlapor di hadapan penyidik Polsek Medan Timur sekaligus mencabut laporannya terkait dugaan penganiayaan tersebut.
“Ini merupakan pelajaran berharga bagi penegak hukum di Negeri ini khususnya di Sumatera Utara (Sumut), dan kita mengharapkan kepada Penyidik Kepolisian di Sumatera Utara agar tidak buru-buru menetapkan anak yang berhadapan dengan hukum sebagai tersangka, harus perlu dilakukan pendekatan-pendekatan dalam penyelesaiannya dengan cara melakukan pendekatan keadilan restoratif,” jelas Yurika.
Menurut Yurika, dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia, Menteri Sosial Republik Indonesia, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, yang membahas tentang Penanganan Anak Yang berhadapan dengan Hukum Pasal 13a.
Bunyi pasal tersebut yaitu: "Penyidik melakukan upaya penanganan perkara anak yang berhadapan hukum dengan pendekatan keadilan restoratif untuk kepentingan terbaik bagi anak wajib melibatkan Balai Pemasyarakatan, orang tua dan/atau keluarga korban dan pelaku tindak pidana serta tokoh masyarakat setempat".
“Anak merupakan masa depan bangsa yang harus didik dan dibina dengan benar. Seharusnya pihak Kepolisian tidak melakukan tindakan sewenang-wenang dan gegabah yang dapat menggangu pertumbuhan mental maupun rohaninya,” tambah Yurika.
Berdasarkan hal tersebut diatas LBH Medan sebagai lembaga yang konsern terhadap pegakan hukum dan hak-hak anak dengan ini meminta kepada penyidik Kepolisan di Sumut khususnya Polsek Medan Timur untuk lebih hati-hati.
“Kita meminta kepada Polsek Medan Timur agar teliti dalam melakukan penyidikan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dengan cara melibatkan Balai Pemasyarakatan, orang tua dan/atau keluarga korban dan pelaku tindak pidana serta tokoh masyarakat setempat,” tegas Yurika.(bhc/nco) |