JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Teluk Senunu yang berada di Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa tenggara Barat (NTB) merupakan wilayah perairan laut yang masuk dalam kawasan Coral Triangle (Segitiga Terumbu Karang). Kawasan ini terkaya akan kehidupan laut di antara semua kawasan laut di Planet Bumi.
Bahkan, kawasan ini juga disebut sebagai “Amazon of the Seas (Kawasan Amazon di Laut)” yang dapat dikatakan sebagai pusat kehidupan laut melimpah dengan beragam jenis mahluk hidup di dalamnya.
Di kawasan ini dapat ditemukan lebih 75 persen spesies terumbu karang yang telah dikenal di bumi, terdiri dari sekitar 600 spesies koral. Di dalam kawasan Segita Terumbu Karang terdapat 3.000 jenis spesies ikan.
Namun, seperti dikutip situs resmi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Kamis (10/11), menyebutkan bahwa kawasan ini berubah menjadi tempat pembuangan limbah tailing tambang ke laut terbesar di dunia. Di kawasan ini Menteri Lingkungan Hidup terus memperbolehkan pembuangan limbah tailing tambang PT. Newmont Nusa Tenggara pada kedalaman 150 meter dengan volume 140.000 ton per hari (setara dengan 21 kali berat harian sampah Kota Jakarta).
Pengeluaran izin pembuangan limbah ke laut ini bertentangan dengan asas-asas yang termuat dalam Pasal 2 UU Nomor 32/2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup, yakni asas kelestarian dan keberlanjutan, keanekaragaman hayati, kehati-hatian, keadilan, partisipatif, kearifan lokal, otonomi daerah.
Berdasarkan laporan Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kabupaten Sumbawa Barat menyebutkan bahwa nelayan mengeluhkan penurunan tangkapan ikan. Jenis ikan yang tertangkap juga makin sedikit. Biota lain yang tertanggkap sebelum 2005-2010, yakni cumi-cumi, udang, dan kerang-kerangan, sangat berkurang dan hampir musnah.
Selain itu, budi daya laut, seperti penanaman rumput laut dan perikananan di perairan laut tidak lagi sesuai. Hal ini diakibatkan kondisi perairan sudah mengalami perubahan yang kian memburuk, menurunkan kuantitas dan kualitas produksinya. Nelayan pun mengharapkan agar pembuangan tailing ke laut dihentikan.
Bupati Sumbawa Barat pada 19 Juli 2011 menyatakan, “Pertanyaan kami adalah jika nanti kekayaan alam itu sudah terkuras, kami mendapatkan apa dari sisa pertambangan itu? Jawabannya, hanya mendapat limbah 150 ribu ton tailing sehari dan setahun 53 jutan ton lebih limbah tailing yang beracun dan berbahaya…”
Berdasarkan pasal 61 ayat (2) UU Nomor 32/2009 dengan jelas menyebutkan bahwa izin pembuangan limbah ke laut dikeluarkan sesuai dengan kewenangan pemerintahan. Namun, lokasi pembuangan limbah berjarak 3 kilometer dari pantai (dibawah 4 mil laut), maka kewenangan itu, seharusnya berada pada Pemkab setempat. Dan, Pemkab Sumbawa Barat telah mengeluarkan surat keputusan pada April 2011 lalu, yang berisi larangan pembuangan limbah tailing tambang ke laut.
Sebelumnya, pemerintah pusat kerap menyalahkan pemerintah daerah yang dianggap tidak mematuhi aturan lingkungan hidup. Tapi dalam kasus Teluk Senunu, ternyata KLH sendiri yang melanggar UU tersebut dan tidak memberi contoh baik bagi pemerintah daerah.
Biaya yang dihitung dalam praktek pembuangan limbah ke laut hanyalah biaya konstruksi fasilitas pembuangan tailing. Sementara biaya dari hilangnya keragamanhayati laut, penurunan tangkapan ikan nelayan dan resiko kesehatan tidak jadi hitungan. Dapat dikatakan bahwa perlindungan laut baru sebatas deklarasi.(woi/biz)
|