Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Peradilan    
Agraria
MK Tolak Permohonan Uji UU Pokok Agraria
Thursday 19 Nov 2015 12:29:59
 

Ilustrasi. Gedung Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, di Jl. Merdeka Barat no 6 Jakarta Pusat, DKI Jakarta 10110‎.(Foto: BH/mnd)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UU Pokok Agraria) yang dimohonkan oleh sejumlah warga Kota Surabaya, Supadi, Cholil, dkk. Menurut Mahkamah, ketentuan Pasal 17 ayat (1) UU Pokok Agraria yang mengatur pembatasan kepemilikan tanah oleh perseorangan dan/atau badan hukum tidak diskriminatif.

“Mengadili, menyatakan menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Arief Hidayat mengucapkan amar Putusan Nomor 62/PUU-XIII/2015 didampingi delapan Hakim Konstitusi lainnya di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Senin (16/11).

Menurut Mahkamah, bentuk penyelenggaraan landreform di Indonesia salah satunya terkait dengan larangan pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas. Hal ini ditentukan dalam Pasal 7 UU Pokok Agraria yang kemudian ditegaskan dalam Pasal 17 ayat (1) UU Pokok Agraria. Ketentuan tersebut mengamanatkan pengaturan luas maksimum dan/atau minimum tanah yang boleh dipunyai dengan suatu hak atas tanah oleh satu keluarga atau badan hukum.

Mahkamah berpendapat, pengaturan luas maksimum dan/atau minimum tanah adalah dalam rangka mengimplementasikan wewenang yang bersumber pada hak menguasai negara sebagaimana termaktub dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 2 ayat (1) UU Pokok Agraria. Wewenang tersebut sejalan dengan penafsiran “dikuasai oleh negara“ dalam Putusan Mahkamah Nomor 001-021-022/PUU-I/2003. Dalam putusan tersebut, Mahkamah memberikan perluasan makna dikuasai oleh negara bukan hanya sebagai hak untuk mengatur. Namun lebih dari itu, bahwa rakyat memberikan kekuasaan kepada negara untuk melakukan serangkaian tindakan pengelolaan sumber daya alam untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Tindakan tersebut meliputi fungsi kebijakan (beleid), fungsi pengurusan (bestuurdaad), fungsi pengaturan (regelendaad), fungsi pengelolaan (beheerhaad), dan fungsi pengawasan (toezichthoudensdaad).

Berdasarkan hal tersebut, menurut Mahkamah, tidak ditemukan adanya persoalan konstitusionalitas berlakunya Pasal 17 ayat (1) UU Pokok Agraria. “Dengan kata lain persoalan yang dialami para Pemohon merupakan persoalan konkrit yang tidak berkaitan dengan konstitusionalitas pasal a quo. Adapun mengenai permohonan para Pemohon agar pasal a quo ditafsirkan dalam kondisi sekarang, menurut Mahkamah permohonan tersebut akan menjadikan Mahkamah membuat norma baru padahal hal tersebut bukan merupakan kewenangan Mahkamah,” jelas Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna membacakan pertimbangan hukum.

Mahkamah juga menekankan, Pasal 17 ayat (1) UU Pokok Agraria bersifat adil, tidak diskriminatif, dan tidak menimbulkan ketidakpastian hukum. Sebab, ketentuan tersebut berlaku untuk setiap keluarga atau badan hukum sepanjang memiliki hak-hak atas tanah sebagaimana ditentukan dalam Pasal 16 UU Pokok Agraria.

Lebih lanjut, Mahkamah berpendapat, landreform bukanlah bagi-bagi tanah. Landreform sesungguhnya diperuntukkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat berdasarkan aturan hukum yang berlaku. Untuk itu, agar landreform dilaksanakan dengan memperhatikan kepemilikan tanah untuk rakyat dan untuk menyelesaikan konflik-konflik agraria yang terjadi, Mahkamah mengingatkan kepada pembentuk undang-undang tentang keberadaan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. Ketetapan tersebut merupakan landasan dan arah bagi penyempurnaan seluruh peraturan perundang-undangan yang terkait dengan agraria.

Sebelumnya, lima orang warga Surabaya mengajukan uji materi UU Pokok Agraria karena sejumlah tanah warga Surabaya yang sudah ditinggali puluhan tahun diklaim oleh Pemerintah Kota Surabaya. Pemohon mengaku rumah yang ditempatinya diklaim Pemerintah Kota Surabaya sebagai tanah milik pemerintah kota. Sebab, Pemohon dan puluhan ribu warga lainnya tidak memiliki sertifikat hak milik dan hanya memiliki surat sewa yang disebut surat hijau.

“Pada tahun 1970-an, warga Surabaya itu diminta untuk menyerahkan surat tanahnya dengan dalih akan dinaikkan menjadi sertifikat. Tetapi yang keluar bukan sertifikat hak milik tetapi surat hijau tadi,” ujar Pemohon, Senin (8/6).

Menurut para Pemohon, dari 31 kecamatan, sekitar 26 kecamatan yang penduduknya hanya memiliki surat hijau. Dengan kata lain, sepertiga dari wilayah Kota Surabaya diklaim merupakan tanah pemerintah kota dan warga yang tinggal di wilayah tersebut harus membayar sewa. Para Pemohon menjelaskan, warga setempat telah mengajukan gugatan ke pengadilan, baik ke Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Tata Usaha Negara, namun tidak pernah menang walaupun perkaranya sudah sampai tingkat Mahkamah Agung.

Pemohon dan warga Surabaya lain juga sempat berjuang di jalur politik melalui DPRD Surabaya dan pemerintah kota, namun keduanya selalu mendasarkan bahwa tanah tersebut adalah aset daerah. Pemohon pun mengupayakan ke Badan Pertanahan Nasional, tetapi tak ditanggapi. ”Pemohon selalu ditolak oleh BPN dengan dalih bahwa itu adalah asetnya Pemkot, tapi ketika diminta menunjukkan sertifikatnya, BPN pun tidak pernah mengiyakan,” jelasnya. Oleh karena itu, Pemohon meminta MK memberi tafsir Konstitusi terhadap Pasal 17 UU Pokok Agraria agar ada kepastian hak milik tanah dan bangunan warga setempat.(LuluHanifah/IR/mk/bh/sya)



 
   Berita Terkait > Agraria
 
  Kegiatan Utama PPRA, Fokus Percepat Reforma Agraria
  Komisi IV Apresiasi Sekaligus Kritisi Program TORA Kementerian LHK
  Presiden Harus Koreksi Penunjukan WWF dalam Agenda Reforma Agraria
  Imam B. Prasodjo: Yang Benar Saja Program RAPS Diserahkan Ke Asing
  MK Tolak Permohonan Uji UU Pokok Agraria
 
ads1

  Berita Utama
Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

Istana Dukung Kejagung Bersih-bersih di Pertamina: Akan Ada Kekagetan

Megawati Soekarnoputri: Kepala Daerah dari PDI Perjuangan Tunda Dulu Retreat di Magelang

Usai Resmi Ditahan, Hasto Minta KPK Periksa Keluarga Jokowi

 

ads2

  Berita Terkini
 
BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

10 Ribu Buruh Sritex Kena PHK, Mintarsih Ungkap Mental Masyarakat Terguncang

Anak 'Crazy Rich' Alam Sutera Pelaku Penganiayaan, Sudah Tersangka Tapi Belum Ditahan

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2