JAKARTA, Berita HUKUM - Marsekal TNI (Purn) Chappy Hakim, mantan Kepala Staf Angkatan Udara pada tahun 2002 hingga 2005, hari ini meluncurkan buku dengan judul "Sengketa Di Lanud Halim Perdanakusuma", acara launching buku digelar di Club Executive Persada Halim Perdana Kusuma, Jakarta pada, Jumat (29/7).
Buku ini membahas masalah pelabuhan udara dan secara khusus tentang Pangkalan Udara (Lanud), militer TNI yang juga di gunakan oleh penerbangan sipil komersial. Pelabuhan adalah sarana vital bagi dunia penerbangan.
"Tanpa pelabuhan udara, pesawat udara baik sipil maupun militer tidak mungkin dapat (take off) maupun mendarat (landing) atau untuk embarkasi dan tujuan para pengguna penerbangan," ujar Chepppy Hakim, saat peluncuran buku di Jakarta.
Dalam buku ini, dibahas juga persepsi Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta lebih pada nilai komersial dibandingkan fungsi pertahanan dan keamanan negara (hankamneg) terasa kian mantap. Ini karena ada dua momentum terkait Bandara Soekarno-Hatta.
Pertama, ketika digunakan sebagai bandara internasional 'sementara' menunggu selesainya pembangunan bandara tersebut tahun 1980. Kedua, sewaktu "optimalisasi pangkalan udara Halim" bagi penerbangan sipil berjadwal tahun 2014.
Hal tersebut sangat disesalkan oleh Chappy Hakim, sehingga terbitlah buku karyanya "Sengketa di Lanud Halim Perdanakusuma". Menurut mantan KSAU ini, posisi dan kondisi Halim yang berkembang itu ternyata telah menempatkannya tergiring pada posisi yang sangat rawan dari perspektif hankamneg. Dominannya penerbangan sipil komersial pun, kata dia, menjadikan Halim sangat rawan dalam aspek "national security awareness" atau kesadaran akan keamanan nasional.
Selanjutnya disinggung juga tentang peristiwa tabrakan antara pesawat Batik Air dengan pesawat Trans Nusa yang terjadi pada tanggal 4 April 2016 serta hampir terjadi tabrakan antara pesawat Batik Air dengan Trans Wisata pafa tanggal 7 April 2016.
Dengan kejadian tersebut menyadarkan kita tentang faktor keamanan dan keselamatan penerbangan di Indonesia.
"Ada dua hal yang sangat prinsip telah diabaikan begitu saja," tulis Chappy dalam buku yang diluncurkan 29 Juli ini, bertepatan dengan Hari Bakti TNI AU. Dua hal yang terabaikan itu adalah kepentingan latihan dan operasi penerbangan angkatan udara, serta faktor keselamatan penerbangan sipil. Hal ini terbukti, ketika pada 4 April lalu terjadi tabrakan pesawat udara milik Batik Air dan milik TransNusa di landasan Halim.
Sementara, AM Hendropriyono, Founder & Chairman Hendropriyono Strategic Consulting yang menerbitkan buku mengatakan, Halim yang sangat besar nilai strategis "national security"-nya, sangat tidak layak bila sekadar untuk memfasilitasi kepentingan jangka pendek yang mengejar pertumbuhan penumpang semata. "Diharapkan buku ini dapat membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai kewaspadaan nasional," tuturnya.
"Faktor keamanan dan keselamatan penumpang merupakan hal yang sangat penting dan orang atau siapapun yang akan menggunakan jasa penerbangan perlu adanya jaminan keselamatan penerbangan," pungkas Cheppy Hakim.(bh/yun) |