JAKARTA, Berita HUKUM - Tony Kwok, Mantan Komisioner Independent Comission Against Corruption (ICAC) Hongkong duduk lesehan di Ruang Auditorium Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat (13/2) sore. Di hadapan puluhan pegawai KPK, lelaki berkacamata ini berbagi pengalaman tentang banyak hal, terutama kesuksesan Pemerintah Hongkong dalam memberantas korupsi.
Ia juga menyinggung soal krisis yang terjadi beberapa waktu belakangan. Baginya, krisis ini bisa membuka kesempatan untuk perbaikan. “Agar tidak terjadi lagi krisis yang sama, Presiden bisa melakukan pengkajian ulang yang menyeluruh terhadap relasi KPK dengan polisi,” katanya.
Namun, ia juga mencermati mengenai penetapan tersangka terhadap para pimpinan, teror terhadap penyidik atau praperadilan. Soal ini, ia berkomentar, “Jangan khawatir. Apa yang anda lakukan sudah benar,” katanya, yang lantas disambut tepuk tangan.
Karena baginya, KPK adalah aset bangsa Indonesia. Kalau ada yang berusaha menghancurkan KPK, kata dia, berarti berusaha menghancurkan Indonesia di mata dunia internasional. Untuk itu, ia berpesan kepada para pegawai KPK, untuk selalu mengingat pepatah Tiongkok. “Kalau anda mengalami krisis, artinya akan datang kesempatan emas.”
Bagi Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, pengalaman ini sangat penting, mendengar langsung pengalaman dari Kwok. “Ini menjadi kesempatan bagi KPK untuk menumbuhkan semangat, merapatkan barisan dan meningkatkan soliditas internal dalam perjuangan ini,” katanya.
Karenanya, Bambang menyinggung situasi terakhir dan berpesan kepada para pegawai untuk tetap waspada dan menjaga semangat dalam bekerja. Yang tak kalah penting, “Berdoa sebagai pertanda kepasrahan, sekaligus memperbaiki niat bahwa bekerja adalah ibadah,” katanya.
Sehari sebelumnya, Kamis (12/2), Kwok ikut serta dalam aksi solidaritas penyelamatan KPK di Universitas Andalas Padang. Aksi digelar Pusat Studi Konstitusi Unand itu juga diikuti oleh mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana dan sejumlah guru besar, dosen, serta mahasiswa UNAND.
Saat itu, ia mengatakan ada dua alasan penting dalam menyelamatkan KPK. Pertama, karena ingin melanjutkan usaha memerangi korupsi di Indonesia. Kedua, untuk menjaga kesan dunia internasional terhadap Indonesia.
"Situasi seperti in akan mempengaruhi kepercayaan negara lain terhadap Indonesia," ujar di Padang.
Dalam kesempatan itu, juga diputar film “Jumrah”, pemenang Anti Corruption Film Festival (ACFFest) 2015 kategori fiksi. Film ini menceritakan kisah Ji dan teman karibnya. Mereka adalah dua laki-laki lanjut usia yang berseberangan pandangan menyikapi realitas sosial politik, terutama persoalan korupsi di negeri ini.
Ji punya kesadaran wacana soal bangsa yang dianggap absurd dan naif oleh temannya. Ji merasa dapat angin harapan ketika Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar bicara untuk memiskinkan dan memotong jari koruptor sebagai hukuman memberi efek jera. Baginya ini berita baik. Namun, harapan dan euforia Ji memasuki titik balik ketika ia justru tak lebih dari seorang yang munafik. Dia ditangkap KPK karena kasus-kasus penyuapan.
Pada titik inilah Ji disadarkan, bagaimana pun dia tak bisa berbuat apa-apa. Ji diminta realistis, diajak kembali memijak bumi. Bahwa mereka tak lebih dari penonton, yang menyaksikan pentas tragedi demi tragedi. Satu-satunya yang bisa mereka lakukan adalah sebatas menyumbang doa. Ji pun melakukannya. Hanya saja dia melakukannya dengan ritual lempar jumrah seperti dalam ritual ibadah haji. Dia berdoa dengan kerikil dan batu.(kpk/bhc/sya) |