JAKARTA (BeritaHUKUM.com) - Pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Budaya (Kemendikbud) dan Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Kemenkokesra) pada tahun ini tengah merintis Pendidikan Menengah Universal atau 'Wajar 12 tahun'. Upaya ini untuk mengejar ketertinggalan dengan negara Asean lainnya yang rata-rata 'wajar 17 tahun'.
"Ini sifatnya tidak wajib jadi tidak ada sanksi, beda dengan Wajar 9 tahun. Hanya saja untuk mempopulerkannya bisa saja digunakan Wajar 12 tahun, karena masyarakat di daerah-daerah tahunya Wajar 12 tahun," kata Menko Kesra, Agung Laksono, di kantor Kemendikbud, Selasa (6/3), usai Rapat Koordinasi Kesejahteraan Rakyat tentang Pendidikan Menengah Universal dan Rancangan Undang-Undang Perguruan Tinggi (RUU PT).
Sementara itu, Mendikbud, M Nuh mengungkapkan, terdapat beberapa alasan mengapa dinamakan pendidikan menengah universal, bukan wajib belajar (wajar) 12 tahun.
"Alasannya, ketika menggunakan kata wajib, siapa yang mewajibkan? Kalau wajar sembilan tahun memang ada undang-undangnya. Sementara tidak ada UU yg mengatur wajar 12 tahun. Maka, kami menggunakan menengah universal karena Pemerintah menyadari betul besarnya peran pendidikan bagi masyarakat," kata Muhammad Nuh.
Lebih lanjut Nuh mengungkapkan jika menggunakan kata Wajib mendatangkan konsekuensi bagi negara. Artinya, negaralah yang harus menanggung biayanya pendidikan tingkat menengah tersebut. Jika universal, biaya bisa dibagi dengan Pemerintah kota, masyarakat, dan Pemerintah pusat.
Agung menambahkan, adanya pendidikan menengah universal ini untuk mengurangi angkatan kerja usia sekolah yang dinilai berdampak sosial kurang baik. Memang diprioritaskan pada sekitar 3,5 juta anak yang belum mengenyam pendidikan menengah.
"Pendidikan ini berkontribusi positif terhadap kehidupan bersosial dan berpolitik. Ini bentuk komitmen pemerintah untuk meningkatkan IPM Indonesia," tegas Agung. (boy)
|