JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Klaim tewasnya dua remaja kakak-beradik, Faisal (14) dan Budri M Zen (17) dalam sel tahanan Mapolsek Sijunjung, Sumatera Barat (Sumbar), 23 Desember 2011, karena akibat gantung diri merupakan modus klasik. Keduanya justru tewas akibat siksaan berat. Tidak mungkin keduanya kompak bunuh diri.
"Klaim (meninggal di tahanan akibat bunuh diri), sudah biasa. Itu modus operandi polisi kalau ada tahanan meninggal di tahanan. Jika orang kaya (meninggalkan dalam tahanan) dibilang sakit jantung, kalau orang miskin dibilang bunuh diri karena depresi atau himpitan ekonomi," kata Direktur Eksekutif Imparsial Poengky Indarti kepada wartawan di kantor Imparsial, Jakarta, Rabu (11/1).
Namun, alasan polisi itu terbantahkan, setelah Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Sumbar, Vino Oktavia Mancun melakukan investigasi. Hasilnya, kedua korban bukan meninggal akibat gantung diri, melainkan akibat siksaan.
Menurutnya, jika memang kedua remaja tersebut diduga bersalah, tidak selayaknya mereka ditahan bersama orang dewasa. Tindakan kepolisian ini,harus dipertanggungjawabkan. "Ini jelas menyalahi konvensi hak anak. Kasus ini tidak bisa dibiarkan," jelas Poengky.
Dalam kesempatan terpisah, Direktur Eksekutif Pusat Analisis Kajian Informasi Strategis (Pakis), Rahmat Hidayat, mengutuk keras tewasnya dua tahanan di Mapolsek Sijunjung. Pihaknya sangat meragukan tahanan itu mati karena gantung diri. “Klaim polisi bahwa tindakan gantung diri adalah pernyataan yang menyesatkan dan sulit diterima akal sehat. Kami mengutuk peristiwa tersebut," kata dia.
Menurut dia, ttidak mungkin dua tahanan bisa leluasa gantung diri dalam lingkungan kantor Polisi yang relatif dijaga ketat terus-menerus. "Ini sungguh sulit diterima logika. Ada warga masyarakat justru tewas ditangan pelindung dan pengayom masyarakat. Ini tidak masuk akal," imbuh Rahmat.
Alasan pihak kepolisian setempat, jelas dia, hanya untuk membela kepentingan citra internalnya. Namun demi kepentingan rasa keadilan masyarakat, harus ada pihak yang bertanggung jawab atas peristiwa tewasnya dua kakak-beradik yang belum tentu bersalah itu. "Ini pelecehan HAM serius dan harus dituntaskan sampai terang-benderang," ujarnya.
Selain itu Pakis juga menyerukan Kapolda Sumbar sebaiknya mundur, kalau memang tidak mampu menuntaskan kasus ini. "Sekali lagi, ini persoalan serius. Kalau Kapolda Sumbar tidak mampu mengungkap kejadian yang sesungguhnya, yang terbaik buat Kapolda Sumbar adalah mundur dari jabatannya," desak Rahm
Sebelumnya diberitakan, dua kakak-beradik ditemukan dalam kondisi tewas tergantung di kamar mandi ruang tahanan. Mereka diduga bunuh diri. Tapi pihak keluarga merasa ada kejanggalan dalam kematian dua kakak beradik ini.
Pihak keluarga korban, menerima jenazah mereka pada 28 Desember 2011 pukul 21.00 WIB. Pihak keluarga menduga, kakak beradik tersebut tewas sekitar satu jam sebelum mereka menerima jenazah. Kesimpulan ini muncul, karena darah segar masih mengalir saat jenazah diterima pihak keluarga.
Pihak keluarga korban melalui LBH menyurati Komnas HAM Sumbar, mendesak agar lembaga tersebut segera menangani kasus ini. Pihak LBH juga melakukan investigasi terkait tewasnya korban tersebut. Sebelumnya, dua kakak-beradik ini ditahan di Polres Sijunjung, karena sang kakak dikaitkan dengan kasus pencurian motor, sedangkan adiknya dituduh mencuri kotak amal.(dbs/wmr)
|