JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar membantah dugaan keterlibatannya, seperti dalam dakwaan perkara suap pencairan dana alokasi Percepatan dan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID). Dirinya pun meyakinkab sama sekali tidak tahu kasus yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini.
Dirinya pun meyakinkan tidak ada proyek tersebut di kementeriannya. "Justru setelah peristiwa (penangkapan I Nyoman Suisnaya dan Dadong Irbarelawan serta Dharnawati) baru tahu, ternyata PPID yang masuk ke anggaran 2011 terpisah sama yang dibahas Kemenakertrans di Komisi IX DPR RI," kata MuhaiminIskandar di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (20/2).
Muhaimin dihadirkan menjadi saksi bagi terdakwa Dadong Irbarelawan yang telah dinonaktifkan sebagai Kabag Evaluasi dan Pelaporan Ditjen Pembinaan Penyiapan Pemukiman dan Penetapan Transmigrasi (P4T), Kemenakertrans. Kesempatan ini pun digunakannya untuk membantah segala tudingan yang kerap dialamatkan terhadap terkait kasus suap ini.
Muhaimin juga membantah pihaknya yang mengusulkan untuk permintaan dana PPID bagi 19 kabupaten di Indonesia kepada Kemenkeu. Menurut dia, Kemenakertrans hanya mengusulkan biaya operasional dan kegiatan Kemenakertrans melalui APBN dan APBNP melalui surat Nomor B97 dengan permohonan usulan sebesar Rp 988 miliar untuk penambahan infrastruktur di kawasan transmigrasi.
Begitu pula dengan adanya permintaan komitmenn fee sebesar 10 persen dan penerimaan uang sebesar Rp1,5 miliar dari Dharnawati kepada anak buahnya itu yang disebut-sebut sebagai permintaan tambahan THR untuk lebaran menteri. "Saya sama sekali tidak tahu ada fee dalam proyek ini. Saya tidak pernah perintahkan Ali Mudhori dan Fauzi untuk soal ini (permintaan fee)," imbuhnya lagi.
Sedangkan untuk surat pengajuan dana PPID sebesar Rp 500 miliar bernomor B 73 yang ditandatangani Sekjen Kemenakertrans Muchtar Lutfi, dikatakan Muhaimin juga tidak mengetahuinya. Bahkan, ia mengaku tidak dilapori masalah ini sama sekali oleh anak buahnya itu. Meski demikian, ia tak memungkiri kalau surat yang ditandatangani sekjen itu juga merupakan bukti resmi.
Seperti diketahui dana alokasi PPID sebesar Rp500 miliar ini merupakan dana yang didapat dari hasil dua kali pengajuan surat anggaran ke Kemenkeu. Surat usulan pertama itu bernomor B97 sebesar Rp 988 miliar yang ditandatangani Menakertrans Muhaimin Iskandar. Kemudian, usulan kedua surat bernomor B73 sebesar Rp 500 miliar yang ditandatangani Sekjen Kemenakertrans Lufti Muchtar.
Dalam kasus ini, nama Muhaimin ada dalam dakwaan tiga terdakwa. Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu disebut bersama-sama dengan dengan Dadong, Nyoman dan Dirjen P2KT Jalamudin Malik menerima uang Rp 2.001.384.328 dari Dharnawati. Bahkan, uang sebesar Rp1,5 miliar yang ditemukan saat penangkapan itu, diduga merupakan bagian dari uang komitmen untuk Menakertrans.
Minta Jatah
Sementara usai persidangan, Muhaimin Iskandar kembali mengeluarkan bantahan bahwa dirinya tidak pernah meminta jatah fee delapan persen dari nilai proyek Rp 180 miliar dalam pengadaan Balai Latihan Kerja Indonesia (BLKI) kepada Direktur Marketing PT Permai Grup Mindo Rosalina Manulang alias Rosa Manulang.
Dia juga membantah ada pertemuan dirinya dengan Rosa Manulang di rumah dinasnya, Jalan Widya Chandra, Jakarta Selatan, pada pertengahan 2010 lalu, yang diduga sebagai tempat permintaan itu diajukan. "Saya tidak kenal (Rosa). Tidak pernah (minta fee 8% ke Rosa)," ujar Muhaimin.
Bahkan, kata dia, proyek BLKI tersebut tidak pernah ada. "Tidak ada proyek (Pembangunan BLKI) itu. Kemenakertrans tak pernah mengajukannya. Saya tidak tahu soal proyek itu," katanya terus menghindari kepungan wartawan dengan berjalan cepat menuju mobil Toyota Alphard-nya tersebut.
Seperti diberitakan sebelumnya, kuasa hukum Rosa Manulang, Ahmad Rifai mengaku, kliennya pernah bertemu dengan seorang menteri dan merupakan petinggi partai politik di rumah dinasnya pada pertengahan 2010. Dalam pertemuan itu, sang menteri meminta fee sebesar delapan persen untuk dua proyek yang total benilai Rp 180 miliar, agar Permai Group mendapatkan proyek di kementeriannya.
Namun, Rifai enggan menginformasikan tentang identitas sang menteri dimaksud. Dia hanya menerangkan bahwa sang menteri dimaksud hadir sebagai saksi perkara korupsi di Pengadilan Tipikor pekan ini, yakni Menakertrans Muhaimin Iskandar dan Menpora Andi Mallarangeng. KPK sendiri hingga kini belum menyentuh kasus dugaan korupsi proyek pembangunan BLKI.(dbs/spr)
|