JAKARTA, Berita HUKUM - “Ratusan penulis cerita silat, cerita sejarah, ilmuwan, pengkaji, para kyai, dukun-dukun sakti, pendekar-pendekar silat akan berkumpul di Hotel Manohara, Borobudur, Jawa Tengah, dalam rangka Borobudur Writers And Cultural Festival 2012 dengan tema “Musyawarah Agung Penulis Cerita Sejarah Nusantara”, demikian ungkap Yoke Darmawan, Ketua Panitia perhelatan tersebut dalam acara Buka Bersama di sebuah Kafe di Senayan City Jakarta baru-baru ini.
“Tanggal pastinya adalah 29-31 Oktober 2012, mudah-mudahan tidak berubah,” tutur ibu muda tersebut.
Menurut Yoke, yang sudah mengkonfirmasi untuk berkumpul dalam acara tersebut adalah Sena Gumira Ajidarma, Arswendo Atmowiloto, Langit Kresna Hariadi, DR. Agus Aris Munandar, Jacob Sumardjo, Romo Mudji Sutrisno, Aan Merdeka Permana, Fendi Siregar, Viddy Ad Daery, Nigel Bullough, Agus Sunyoto, Abdul Munir Mulkhan, Putu Fajar Arcana dan sebagainya.
“Dalam lima tahun terakhir di dunia sastra kita banyak bermunculan prosa berupa novel-novel bertema silat dan sejarah nusantara. Novel-novel itu umumnya diciptakan oleh pengarang-pengarang baru yang selama ini belum dikenal publik. Fenomena ini sungguh amat menggembirakan. Hal itu menandakan bahwa sejarah Indonesia menjadi sumber yang tak habis-habisnya diolah dalam penulisan prosa.
Dengan menggunakan latar belakang sejarah kerajaan Mataram, Majapahit, Sriwijaya dan Pajajaran, para novelis itu berusaha menghidupkan tokoh utama bahkan tokoh-tokoh baru (ciptaan mereka atau bukan) untuk memperkuat daya pukau karya-karyanya.
Bahkan, tak jarang mereka berani memasuki hal hal yang belum terungkap secara gamblang dalam penulisan sejarah nusantara, "seperti perang Bubat atau kontroversi tentang asal usul dan akhir hidup Gajah Mada,“ tambah Seno Joko Suyono, wartawan majalah TEMPO yang dalam kepanitiaan tersebut menjadi pemikir dan perumus acara besar tersebut.
“Namun untuk mendampingi para novelis tersebut, telah kami undang juga para kyai linuwih, dukun-dukun sakti, spiritualis-spiritualis dari berbagai agama dan para pendekar sakti, sehingga acara tersebut layak disebut Musyawarah Agung. Hal ini untuk mewadahi kecenderungan akhir-akhir ini, bahwa terjadi gelombang kebangkitan jatidiri Nusantara, karena tampaknya masyarakat sudah muak karena selama ini telah terjadi kekosongan identitas bangsa atau “suwung” akibat gencarnya nilai-nilai asing dipaksakan masuk oleh para komprador-komprador budaya !” tambah Adi Wicaksono, kritikus seni lukis dan budayawan muda yang dalam kepanitiaan ini juga menjadi anggota perumus.
Selanjutnya, Yoke mengajak semua kalangan untuk mendukung dan membantu terlaksananya acara besar dan penting itu, termasuk kalangan pemerintah, demi masa depan bangsa yang sedang mengalami kegalauan besar.(bhc/im/rt)
|