Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Nusantara    
Buku
Nasib Para Soekarnois: Kisah Penculikan Gubernur Bali, Sutedja, 1966
Friday 02 Oct 2015 14:45:13
 

Tampak suasana Diskusi dan Bedah Buku; Nasib Para Soekarnois: Kisah Penculikan Gubernur Bali, Sutedja,1966, di gedung YLBHI Jakarta, Kamis (1/10).(Foto: BH/mnd)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - International People's Tribunal (IPT) 1965 melangsungkan acara Bedah Buku serta Diskusi 'Nasib Para Soekarnois: Kisah Penculikan Gubernur Bali, Sutedja, 1966’ di gedung YLBHI Jakarta kemarin siang, Kamis (1/10) yang dibarengi dengan momentum Hari Kesaktian Pancasila pada 1 Oktober, ke 50 tahun.

Adapun yang hadir selaku narasumber dan pembicara yakni M. Imdadun Rahmat dari Komnas HAM, Nursjahbani Katjasungkana perwakilan International People’s Tribunal, AAGAB Sutedja yang merupakan Anak dari mantan Gubernur Bali, Sutedja, I Gusti Anom Astika, Aju yang merupakan penulis, serta Agung Widjaya selaku moderator perwakilan dari social movement institute, serta tampak pula para aktivis yang berkecimpung di bidang kemanusiaan, jurnalis, politisi, maupun anak cucu para eks korban 1965.

Dalam buku ini, penulis menceritakan Gubernur Bali, Anak Agung Bagus Sutedja yang merupakan salah satu dari 7 Gubernur Soekarno atau pendukung setia Presiden Soekarno yang dituding sepihak terlibat Partai Komunis Indonesia (PKI), dan perlu diketahui tatkala selepas tahun 1965 ditetapkan bahwasanya PKI merupakan partai terlarang di Indonesia, sesuai TAP MPRS XXV tahun 1966 yang berlaku hingga saat ini.

Adapun, Gubernur Bali, Anak Agung Bagus Sutedja juga merupakan keturunan darah biru Puri Agung Negara Djembrana hilang 'diculik' empat pria berseragam militer dari kediamannnya di Kompleks Senayan nomor 261/262, Jakarta pada tanggal 29 Juli 1966, pukul 09.00 Wib (hingga sekarang tidak diketahui nasibnya). "Yang menjadi tanda tanya beliau berada di Jakarta terkait tugas khusus berdasarkan Surat Keputusan Presiden Soekarno, nomor 380 tanggal 18 desember 1965 yang sampai sekarang belum pernah dicabut," ungkap AAGAB Sutedja, yang merupakan Anak dari mantan Gubernur Bali, Sutedja.

"Dulu ada sebutan Tapol, Napol, ada juga KorPol (korban politik). Ini korban nih politik. Banyak yang di'buru'kan. Apa bener ini? masuk 10 tahun proses, karena ini aliran Soekarno," ungkap AAGAB Sutedja, atau sapaan akrabnya Agung kepada pewarta BeritaHUKUM.com, saat mengurai kembali kenangan pahit yang masih belum bisa ia lupakan.

Memang sejatinya selain TAP MPRS XXV tahun 1966 yang belaku tersebut, perlu menjadi catatan pula bahwa selanjutnya diputuskan pula TAP MPRS 33 tahun 1967, yang berisikan seluruh aliran terkait Soekarnois menjadi aliran terlarang, karena sarat kental dengan ajaran Nasakom.

Berdasarkan paparan penulis dalam 6 Bab pada buku setebal 200 halaman, selain Sutedja, adapula tujuh (7) Gubernur Soekarnois yang kemudian via berbagai cara diberhentikan oleh rezim Orde Baru Soeharto. Berikut para Gubernur Soekarnois lainnya adalah; Gubernur Sumatera Utara TNI Oeloeng Sitepu, Gubernur Sumatera Selatan Pagar Alam, Gubernur Kalimantan Tengah Tjilik Riwut, Gubernur DKI Jakarta Henk Ngantung, Gubernur Kalimantan Barat Johanes Chrisostomus Oevaang Oeray dan Gubernur Jawa Tengah Mochtar," jelasnya, sebagaimana dibeberkan dalam bukunya juga.

Kemudian, selama tiga dasawarsa, Keluarga besar Puri Agung Negara Djembrana 'dipaksa' menanggung stigma terlibat PKI. Ini akibat pada tahun 1982, Dinas Sejarah Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI-AD) pernah menerbitkan buku berjudul ,"Pemberontakan Gerakan 30 September 1965/Partai Komunis Indonesia (PKI) dan Penuntasannya".

Terkait itu, dianggap secara sepihak menuding Gubernur Bali, Anak Agung Bagus Sutedja, terlibat PKI. Namun, sebagaimana dilansir Majalah Mingguan Tempo, edisi 17 September 1988, tudingan TNI-AD dianulir oleh Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Menkopolkam) Sudomo yang menegaskan, "Tidak ada bukti Gubernur Bali terlibat PKI".

Ditambah lagi, surat keterangan kepala Pelaksana Penguasa Perang Daerah (Peperalda) tingkat I Bali, Kol (Purn) I Gusti Putu Raka, Nomor 351/137222/DPRD, tanggal 1 September 1989 yang secara garis besar menyatakan, "Tidak ditemukan fakta hukum yang membuktikan keterlibatan Gubernur Bali, Anak Agung Bagus Sutedja di dalam Partai Komunis Indonesia(PKI)".

"Permintaan maaf (penyesalan) seyogyanya terjadi. Jelas ini sekarang mau gak mereka komit dengan omongannya sendiri," harap Agung selaku anak dari Sutedja.

Paska Gerakan 30 September 1965 di Jakarta meledak, provinsi Bali terimbas dengan "banjir darah", menjadi salah satu daerah dengan 'penyembelihan' terganas terhadap pihak yang dituduh simpatisan dan anggota PKI. Jumlah korban tewas di Bali diperkirakan sekitar 80.000 hingga 100.000 orang.

Sementara, M. Imdadun Rahmat perwakilan dari Komnas HAM menyampaikan bahwa, dalam kasus 65, anehnya malahan aparatur negara yang memanfaatkan ketegangan antar kelompok, ideologi serta kemudian dimanfaatkan untuk melakukan kekerasan.

"Kita (seluruh bangsa Indonesia) akan semua terbebas dari beban sejarah. Masalah ini muncul tiap 30 September dan 1 Oktober. Issue ini akan terus muncul dan mereproduksi kebencian sosial," ujarnya.

"Pelaku akan merasa ketakutan diungkap dan dipermasalahkan, dan munculkan kebencian baru. Baik juga bagi pemuda pemudi (saat ini) yang tidak mengerti dari masalah masa lalu. Dan saat ini harus menjadi bagian 'ketegangan sosial' tadi tersebut."ungkap Rahmat.

Kemudian, Imdadun Rahmat juga menjelaskan, memang dalam menata kehidupan agak tidak mengenakan, apalagi ada proses peradilan. "Jika tidak ada proses peradilan. Kita turunkan dengan proses rekonsiliasi, yang diawali dengan pengungkapan sejarah, oleh Komite Development. "katanya lagi yang menurutnya dapat terdiri dari 15 orang dari berbagai latar belakang.

Untuk kedepannya mempertemukan perwakilan pelaku dengan perwakilan korban dengan dimulai rekonsiliasi, negara merubah produk-produk hukum bagi para korban. "Bangsa ini harus mendorong presiden untuk melakukan hal itu. Saya Khawatir Presiden kita tidak confident untuk mengambil keputusan itu."tuturnya khawatir.

Untuk proses penyelesaian pelanggaran berat HAM masa lalu. Pemerintah tidak perlu khawatir partai PKI akan muncul lagi.

Menurut Komnas HAM yang juga menyadari akan ada pihak-pihak yang akan berupaya menghambat. Namun, jika tokoh agama, tokoh masyarakat, aktivis, lembaga negara, dan legitimasi politik mengingatkan kepada Presiden. "Memang tidak minta maaf. Namun menyatakan menyesal. Beberapa pertemuan dengan Komnas HAM dan mengenai soal cara dan formatnya bisa rembuk. Yang penting jangan berhenti, serta Presiden tidak akan lama lagi mengumumkan Komite itu," harap Imdadun Rahmat dari Komnas Ham RI.(bh/mnd)



 
   Berita Terkait > Buku
 
  Ahmad Basarah Nilai Buku 'Catatan Merah' Karya Guntur Soekarno Penting Dibaca Generasi Milenial
  Fahri Hamzah Luncurkan Buku 'Arah Baru Kebijakan Kesejahteraan Indonesia'
  Kata-Kata Harus jadi Instrumen Politisi
  Fadli Zon Luncurkan Buku 'Strengthening The Indonesian Parliamentary Diplomacy'
  Ma'rufnomics: Pemikiran KH Ma'ruf Amin tentang Ekonomi Baru Indonesia
 
ads1

  Berita Utama
Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

Istana Dukung Kejagung Bersih-bersih di Pertamina: Akan Ada Kekagetan

Megawati Soekarnoputri: Kepala Daerah dari PDI Perjuangan Tunda Dulu Retreat di Magelang

Usai Resmi Ditahan, Hasto Minta KPK Periksa Keluarga Jokowi

 

ads2

  Berita Terkini
 
BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

10 Ribu Buruh Sritex Kena PHK, Mintarsih Ungkap Mental Masyarakat Terguncang

Anak 'Crazy Rich' Alam Sutera Pelaku Penganiayaan, Sudah Tersangka Tapi Belum Ditahan

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2