JAKARTA, Berita HUKUM - Ombudsman RI menyatakan pelayanan BPJS Ketenagakerjaan terbukti ada maladministrasi. Pernyataan ini disampaikan Anggota Ombudsman RI Hery Susanto sebagai laporan hasil akhir pemeriksaan (LHAP) atas dugaan maladministrasi dalam pelayanan kepesertaan dan penjaminan sosial oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Dijelaskan Hery, maladministrasi itu ditemukan pada pelayanan kepesertaan dan jaminan sosial BPJS Ketenagakerjaan. Dia menyebut, mulai dari tidak kompeten dalam mengakuisisi kepesertaan hingga penundaan pelayanan.
"Tim Ombudsman menyatakan bahwa dalam pelaksanaan pelayanan kepesertaan dan penjaminan sosial oleh BPJS Ketenagakerjaan terbukti maladministrasi berupa tindakan tidak kompeten, penyimpangan prosedur dan penundaan berlarut," kata Hery Susanto, dalam jumpa pers di Gedung Ombudsman RI, Jakarta, Rabu (6/7).
Hery mengatakan, bukti temuan maladministrasi tersebut didapat setelah Ombudsman RI menerima aduan dan melakukan investigasi pada bulan Oktober-November 2021.
"Investigasi dilakukan dengan cara pemeriksaan dokumen, permintaan keterangan dan pemeriksaan lapangan," ujar Hery.
"Pemeriksaan dilakukan di 12 (dua belas) wilayah di Indonesia yaitu Provinsi DKI Jakarta, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Riau, Kepulauan Riau, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Bali dan Sulawesi Selatan dengan objek atau partisipan penelitiannya yaitu 11 Kantor Wilayah BPJS Ketenagakerjaan, 12 Kantor Cabang BPJS Ketenagakerjaan, HRD Perusahaan, Serikat Pekerja atau peserta BPJS Ketenagakerjaan," terang Hery menambahkan.
Tak hanya itu, lanjut Hery, pihaknya juga melakukan observasi lapangan yakni mengadakan diskusi dengan sejumlah pihak terkait untuk membahas persoalan tersebut.
"Tim Ombudsman RI juga melakukan Focus Group Discussion (FGD) dengan mengundang narasumber dari Direksi BPJS Ketenagakerjaan, Dewan Jaminan Sosial Nasional, Serikat Pekerja dan Mantan Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan," imbuhnya.
Berdasarkan hasil itu, Ombudsman menilai BPJS Ketenagakerjaan tidak optimal dalam melakukan akuisisi kepesertaan. Hery juga mengatakan BPJS Ketenagakerjaan tidak menyampaikan informasi aktual terkait jumlah kepesertaan.
"BPJS Ketenagakerjaan tidak optimal melakukan akuisisi kepesertaan pada sektor tenaga kerja formal (PU) dan informal (BPU). Tidak ada bentuk aktualisasi pencapaian yang disampaikan kepada publik secara reguler berkaitan kepesertaan pada sektor tenaga kerja informal (BPU), yaitu penahapan program jaminan sosial sebagaimana diatur pada Perpres 109 tahun 2013 dalam pasal 7 dan 8 yaitu pekerja bukan penerima upah wajib mengikuti arah menjadi peserta program jaminan sosial paling lambat 1 Juli 2015," ujarnya.
Berikut bentuk bukti maladministrasi BPJS Ketenagakerjaan yang dirilis Ombudsman RI;
1. Tidak Kompeten
- Tidak optimal dalam akuisisi kepesertaan (PU dan BPU)
- Lemah dalam pengawasan kepatuhan terhadap perusahaan
- Tidak optimal dalam mengawal pelaksanaan Inpres Nomor 2 Tahun 2021
- Kurangnya program sosialisasi dan edukasi kepada peserta dan masyarakat
- SDM pelayanan kurang optimal dalam merespons hak peserta
2. Penyimpangan prosedur
- Tidak akuntabilitas oleh BPJS Ketenagakerjaan kepada agen perisai
- Pencairan klaim secara kolektif melalui HRD perusahaan
- Perbedaan penetapan usia pensiun antara perusahaan dan BPJS Ketenagakerjaan
- Tidak dilakukan upaya penyelarasan regulasi untuk optimalisasi akun kepesertaan dan pelayanan klaim manfaat
3. Penundaan berlarut
- Pelayanan pencairan klaim manfaat (JHT, JKM) masih terjadi hambatan.(bh/amp) |