Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Cyber Crime    
Kejahatan Cyber
Online Banking Sasaran Terbesar Kejahatan Cyber
Friday 16 Oct 2015 13:23:48
 

Ilustrasi. Kejahatan Cyber.(Foto: Istimewa)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - PT Metrodata Electronics Tbk (MTDL), emiten distributor produk elektronik dan IT, menyatakan industri perbankan (mobile banking), energi (minyak dan tambang), dan telekomunikasi masih menjadi sasaran terbesar terhadap kejahatan cyber security di Indonesia. Menurut manajemen Metrodata, tren serangan yang tertinggi saat ini masih dari malware.

Susanto Djaja, Presiden Direktur MTDL, mengatakan kasus di online banking masih yang terbesar karena seringkali berhubungan langsung dengan para pelanggannya yang memiliki jumlah banyak. Biasanya, kata Susanto, pada online banking rentan kehilangan data personal, akibat dari serangan penipuan melalui phishing (scam phising).

Berdasarkan data Kapersky Security Network (KSN), perusahaan pembuat produk anti virus, selama kuartal II 2015 ditemukan rata-rata 23,9% komputer pengguna internet di berbagai belahan dunia diserang malware yang dibawa oleh situs online minimal satu kali. Sedangkan, pada perangkat ponsel, sebanyak 291.800 program malware baru muncul pada kuartal tersebut.

Kapersky melaporkan, selama kuartal II 2015, ada lebih dari 379 juta serangan berbahaya via online di seluruh dunia dan 26 juta diantaranya merupakan serangan yang disebar melalui website dalam bentuk script, exploit, exe filw, dan sebagainya. Target utama para pelaku adalah mobile banking yang menyerang setidaknya 114 bank dan aplikasi finansial.

Selain itu, Kapersky sebelumnya menyatakan sebanyak 17 juta serangan terjadi di Indonesia. Namun, hanya 872 perusahaan yang mengakui terjadinya kebocoran data dari serangan itu.

Bahkan, dalam laporan data kuartal II 2014, Indonesia menjadi negara nomor dua di dunia sebagai penyerang terbesar dengan 13 juta serangan. Posisi Indonesia setingkat di bawah Tiongkok yang mencapai 43% dan di atas Amerika Serikat (AS) yang berada di posisi ketiga dengan tingkat penyerangan sebesar 13%.

"Kami tidak pernah mengetahui bagaimana dengan sisanya. Apakah sudah melapor, atau mengurus sendiri, bahkan mungkin ada yang sama sekali tidak melapor dan tidak menyadari sudah terserang," tambah Susanto di kantornya, Jakarta, Senin (12/10) lau.

Data Trend Micro, vendor solusi keamanan IT global, menyebutkan aktivitas-aktivitas berbahaya yang melanda online banking mengalami penurunan sebesar 5,9% pada kuartal II 2015 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Nama virus lama yang masih menjadi top malware, yaitu Sality masih mendominasi dengan 19% dari seluruh malware yang menginfeksi Indonesia selama kuartal II 2015. Disusul dengan GAMARUE, Virux, dan Ramnit yang jumlahnya tercatat masih signifikan.

Sementara, Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM mencatat sebanyak 300 kasus Cyber Crime yang diduga dilakukan oleh Warga Negara Asing (WNA) di Indonesia pada 2015 ini.

Direktur Jenderal Imigrasi Ronny Sompie mengatakan, WNA itu menggunakan Indonesia sebagai basis operasi untuk melakukan penipuan di luar negeri.

“Kami memang belum sampai tajam mendalami mengapa Indonesia bisa sampai dijadikan base-camp mereka (WNA). Tapi hal ini tentu tidak bisa kita biarkan,” ujar Ronny di Jakarta, Minggu (11/10) lalu.

Dia juga menyampaikan, dibutuhkan pengawasan oleh petugas keimigrasian, diperlukan juga kerjasama masyarakat untuk mengungkap pelanggaran imigrasi seperti ini.

Menurut Ronny, kendala yang dialami petugas selama ini adalah minimnya informasi yang disampaikan masyarakat.

Dua bulan lalu, 48 warga asing ditangkap di Bali karena dugaan pelanggaran imigrasi. Puluhan warga China dan Taiwan itu juga diduga melakukan Cyber Crime.

Khusus di Bali, kata Ronny, yang menjadi kendala adalah banyak masyarakat yang menyewakan rumahnya untuk dijadikan sumber pemasukan. Pemilik rumah tidak selalu melaporkan ketidaklengkapan dokumen ke petugas.

“Ada pidana Undang-undang Nomor 6 2012 tentang keimigrasian. Pasal 71 ancamannya penjara 3 bulan bagi setiap pemilik penginapan yang tidak melaporkan,” pungkasnya.(Purnomo/obsessionnews/ift/bh/sya)



 
   Berita Terkait > Kejahatan Cyber
 
  Online Banking Sasaran Terbesar Kejahatan Cyber
  Kaspersky Lab Makin Agresif Perangi Kejahatan Cyber
  Trend Micro Bantu Interpol Perangi Kejahatan Cyber
  Facebook Bantu FBI Tangkap Pelaku Kejahatan Cyber
  Kejahatan Cyber Terbuka Lebar di Internet UKM
 
ads1

  Berita Utama
Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

Istana Dukung Kejagung Bersih-bersih di Pertamina: Akan Ada Kekagetan

Megawati Soekarnoputri: Kepala Daerah dari PDI Perjuangan Tunda Dulu Retreat di Magelang

Usai Resmi Ditahan, Hasto Minta KPK Periksa Keluarga Jokowi

 

ads2

  Berita Terkini
 
BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

10 Ribu Buruh Sritex Kena PHK, Mintarsih Ungkap Mental Masyarakat Terguncang

Anak 'Crazy Rich' Alam Sutera Pelaku Penganiayaan, Sudah Tersangka Tapi Belum Ditahan

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2