Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
EkBis    
Penerbangan
PNS Kemenhub Gugat UU Penerbangan
Sunday 15 Mar 2015 10:45:34
 

Pemohon Prinsipal Sigit Sudarmaji saat menyampaikan dalil-dalil permohonan dalam sidang uji materi UU Penerbangan, Kamis (12/3) di Ruang Sidang Pleno Gedung MK.(Foto: Humas/Ganie)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Mahkamah Konstitusi menggelar sidang perdana perkara pengujian Undang-Undang Nomor Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (UU Penerbangan). Pemberlakuan Pasal 118 ayat (1) huruf b dan ayat (2) UU tersebut dinilai diskriminatif.

Gugatan tersebut diajukan oleh seorang Pegawai Negeri Sipil Kementerian Perhubungan Sigit Sudarmaji. Ia merasa Pasal 118 ayat (1) huruf b dan ayat (2) UU Penerbangan yang mengatur tentang jumlah minimum kepemilikan dan penguasaan pesawat udara diskriminatif dan berpotensi mematikan pelaku usaha penerbangan skala kecil.

Adapun Pasal 118 ayat (1) huruf b menyatakan,

memiliki dan menguasai pesawat udara dengan jumlah tertentu;

Sedangkan Pasal 118 ayat (2) menyatakan,

Pesawat udara dengan jumlah tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, untuk:

a. angkutan udara niaga berjadwal memiliki paling sedikit 5 (lima) unit pesawat udara dan menguasai paling sedikit 5 (lima) unit pesawat udara dengan jenis yang mendukung kelangsungan usaha sesuai dengan rute yang dilayani;

b. angkutan udara niaga tidak berjadwal memiliki paling sedikit 1 (satu) unit pesawat udara dan menguasai paling sedikit 2 (dua) unit pesawat udara dengan jenis yang mendukung kelangsungan usaha sesuai dengan daerah operasi yang dilayani; dan

c. angkutan udara niaga khusus mengangkut kargo memiliki paling sedikit 1 (satu) unit pesawat udara dan menguasai paling sedikit 2 (dua) unit pesawat udara dengan jenis yang mendukung kelangsungan usaha sesuai dengan rute atau daerah operasi yang dilayani.

Sigit yang berminat menjadi pelaku usaha penerbangan menjelaskan tiga hal yang diskriminatif dalam aturan tersebut. Pertama, diskriminasi terhadap pelaku usaha penerbangan dibandingkan dengan pelaku usaha moda transportasi lain. Misalnya, perbedaan usaha penerbangan dengan pelayaran. “Untuk pelaku usaha pelayaran, tidak ada syarat minimum. Artinya, untuk membuat suatu usaha pelayaran, satu kapal saja cukup,” ujarnya dalam sidang perdana perkara nomor 29/PUU-XIII/2015 di ruang sidang MK, Jakarta, Kamis (12/3).

Selain itu, diskriminasi terjadi antara pelaku usaha penerbangan dengan modal terbatas dengan pengusaha penerbangan yang bermodal besar. Ia menambahkan, niatnya untuk menjadi pengusaha penerbangan pun terhambat karena aturan itu. Hal tersebut lantaran ia harus menguasai setidaknya 10 pesawat dan memiliki 5 di antaranya. “Saya membayangkan suatu saat akan membuat usaha penerbangan dari Pontianak ke Tusibau. Mungkin sekitar 3 rute, sehinggga sebenarnya dalam hitungan kami, mungkin 2 pesawat sudah cukup banyak untuk melayaninya,” imbuhnya.

Aturan itu juga diskriminasif untuk pelaku usaha penerbangan nasional karena hanya diberlakukan untuk industri penerbangan dalam negeri. “Sementara, penerbangan dalam negeri itu dilalui juga oleh maskapai-maskapai dari luar dan kita tidak pernah bertanya jumlah pesawat yang mereka miliki,” jelasnya.

Oleh karena itu, pemohon meminta MK untuk menyatakan bahwa Pasal 118 ayat (1) huruf b dan ayat (2) UU Penerbangan bertentangan dengan Konstitusi dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Perkuat Posita

Menanggapi permohonan tersebut, Majelis Hakim yang diketuai Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyarankan pemohon untuk memperkuat pokok-pokok permohonannya, terutama alasan-alasan mengapa norma yang diujikan bertentangan dengan UUD 1945. Hal tersebut karena MK tidak mengadili kasus-kasus konkret dan MK tidak menguji antar undang-undang.

“Kalau Anda membandingkan dengan UU Pelayaran, berarti Anda membandingkan antara dua undang-undang, ini bukan kewenangan Mahkamah konstitusi. Tapi kalau Anda bisa menjelaskan alasan perbedaan keduanya dengan jelas, Anda bisa melihat, pasalnya itu salah atau enggak, gitu,” ujar Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati.

Pemohon juga diminta memperbaiki kedudukan hukumnya dan menguraikan dengan jelas kerugian konstitusional, baik secara riil maupun potensial. “Saya sangat tertarik pada permohonan Anda menyebutkan ada diskriminasi antara pengusaha asing dengan pengusaha Indonesia dalam bidang penerbangan. Itu coba dielaborasi ya karena kalau perusahaan asing kemudian bisa berusaha di Indonesia, toh maskapai penerbangannya bisa masuk Indonesia tanpa diketahui jumlah pesawatnya,” imbuh Arief.(LuluHanifah/mk/bhc/sya)



 
   Berita Terkait > Penerbangan
 
  Ada 4 Hal Perlu Diketahui Soal Larangan Bawa Laptop ke Kabin Pesawat
  Standar Penerbangan FAA Indonesia dinyatakan Lolos Jadi Kategori 1
  PNS Kemenhub Gugat UU Penerbangan
  Panglima TNI Berharap Pemerintah Tegas Menerapkan UU Penerbangan
  Air China akan Membuka Rute Penerbangan Beijing-Vladivostok
 
ads1

  Berita Utama
3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

Istana Dukung Kejagung Bersih-bersih di Pertamina: Akan Ada Kekagetan

Megawati Soekarnoputri: Kepala Daerah dari PDI Perjuangan Tunda Dulu Retreat di Magelang

 

ads2

  Berita Terkini
 
3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

10 Ribu Buruh Sritex Kena PHK, Mintarsih Ungkap Mental Masyarakat Terguncang

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2