JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan banyak transaksi keuangan mencurigakan yang dilakukan para pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Pemerintah Daerah (Pemda). Bahkan, uang negara sengaja mereka simpan dalam rekening pemda bersangkutan.
"Dugaan penyimpangan paling banyak ditemukan di Pemda. Modusnya pun paling banyak. Satu di antaranya adalah dana dari DAK (dana alokasi khusus-red) dan DAU (dana alokasi umum-red) yang tidak dikembalikan ke APBN, tapi malah dialihkan ke rekening pribadi atau rekening dinas," kata Ketua PPATK Muhammad Yusuf kepada wartawan di gedung Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Jakarta, Rabu (8/2).
Menurut dia, sejumlah pejabat Pemda juga ditemukan melakukan kecurangan, saat menggunakan anggaran negara untuk proyek. Contoh nyata tersebut, antara lain dengan menyimpan terlebih dahulu dana tersebut ke dalam rekening pribadinya, sebelum diberikan kepada pihak pemborong untuk membangun gedung tertentu. Dari modus ini, mereka mengambil bunganya untuk keperluan pribadi.
“Aparat penegak hukum, seharusnya bertindak tegas terhadap bank-bank yang menampung uang hasil usaha tak halal itu. Pejabat serta pihak bank bersangkutan jangan diberi toleransi, melainkan harus dipidanakan. Jika dibiarkan terus-menerus, berarti pejabat itu menerima pendapatan uang haram dan pihak bank juga harus dimintai pertanggungjawabannya,” imbuh Yusuf.
Pada bagian lain, PPATK juga mengumumkan bahwa PNS Pemda paling banyak bermasalah dalam harta kekayaan. Setelah mereka, diikuti pehagai Kementerian Keuangan di bidang pajak dan bea cukai. “Dari 282.700 laporan sepanjang 2011, sebanyak 2.118 laporan transaksi keuangan mencurigakan.
Selanjutnya, menurut dia, sebanyak 280.399 laporan transaksi keuangan itu dalam bentuk tunai, dan 183 laporan pembawaan uang tunai. Sedangkan hasil analisis PPATK yang disampaikan kepada penyidik hingga Januari 2012 sebanyak 1.890 laporan.
"Mayoritas laporan berasal dari PNS Pemda, seperti kepala daerah yang menggunakan motif membeli polis asuransi ke anaknya, bermain saham dan lainnya. Lalu, proyek pemda menggunakan rekening pribadi dan biasanya ada di bendaharawan. Sisa dari proyek menjadi hak miliknya," unhkap dia.
Menurut Yusuf, kriteria dikatakan mencurigakan adalah aliran dana di rekeningnya menyimpang dari kewajaran. Hal yang patut menjadi contoh, yakni PNS yang bergaji Rp 20 juta, namun transaksi uangnya sekitar Rp50 juta.
“Bahkan, ada kasus yang besar seperti mencapai angka Rp 1 milar. Kami mencatat ada 42 orang PNS yang memiliki transaksi mencurigakan sebesar itu. Yang mengejutkan lagi, ada PNS yang nil;ai transaksinya mencapai Rp 35 miliar. PPATK sudah menyampaikannya kepada Presiden SBY, tapi hingga kini belum ada tindakan," tandasnya.(dbs/bie)
|