JAKARTA, Berita HUKUM - Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta hari ini membacakan putusan gugatan 8 petani Gondangtapen, terhadap Kementerian Kehutanan & PT Holcim Indonesia Tbk. Dalam amar putusannya, Majelis Hakim menolak seluruhnya gugatan para petani dan tidak dapat diterima, karena para penggugat dianggap tidak memiliki kepentingan langsung atas terbitnya Sekep Menhut.
Surat Keputusan Menteri Kehutanan No: SK.367/Menhut-II/2013 tentang penunjukan kawasan hutan produksi yang berasal dari lahan kompensasi dalam rangka pinjam pakai kawasan hutan atas nama PT. Semen Dwima Agung, yang terletak di desa Ringinrejo Kecamatan Wates Kabupaten Blitar Provinsi Jawa Timur seluas ± 724,23 Hektar, yang ditetapkan di Jakarta, tanggal 21 Mei 2013 sebagai objek sengketa.
Majelis Hakim juga menyatakan bahwa," para penggugat tidak memiliki kedudukan hukum, karena tidak ada bukti akan alas hak penguasaan warga atas lahan yang telah ditunjuk sebagai kawasan hutan tersebut," ujar ketua majelis hakim di PTNU Jakarta Selasa (22/4).
Atas putusan ini, sekitar 60 (enam puluh) warga Ringinrejo yang menghadiri pembacaan putusan tersebut merasa kecewa, karena Majelis Hakim sama sekali tidak mempertimbangkan kondisi faktual keberadaan masyarakat yang mengelola selama 17 tahun lamanya di atas tanah bekas perkebunan Gondangtapen.
Pertimbangan Hukum Majelis Hakim tersebut sangat berbeda dengan perkara lain yang juga pernah ditangani PTUN DKI Jakarta. Pada perkara No: 25/G/2013/PTUN.JKT, sebanyak 13 (tiga belas) warga Desa Tumbrep, Kabupaten Batang ditetapkan sebagai Pihak Tergugat II Intervensi, meski tak memiliki alas hak yang sah atas tanah (yang ketika itu menjadi objek sengketa) seluas 89,9 Ha.
"Putusan ini menjadi bukti kegagalan Majelis Hakim, serta pengadilan dalam membaca konstruksi relasi antara petani-penggarap lahan sebagai rakyat yang harus mendapat perlindungan hukum (rechtsbescherming) dari Kemenhut selaku penguasa, termasuk hak untuk men-challenge jika ada tindakan penguasa yang dinilai merugikan rakyat," ujar Andi Muttaqien, dari Divisi Advokasi Hukum Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) yang ikut mengadvokasi warga.
Menurutnya, majelis Hakim seharusnya melihat jaminan konstitusi atas kepastian hukum yang adil. Peradilan perlu mempertimbangkan dengan seksama didasarkan prinsip keadilan hak gugat dari rakyat, karena hanya peradilan TUN yang berwenang mengadili sengketa tata usaha negara yang timbul akibat tindakan hukum TUN.
Mengenai syarat hak gugat yang harus dikaitkan dengan syarat kepastian hak penggugat justru tidak diatur dalam UU PTUN. Sebaliknya, jika dilihat dari rangkaian norma dalam UU Peradilan TUN, justru yang terutama harus dibuktikan di PTUN adalah keabsahan tindakan hukum TUN pejabat TUN dari aspek wewenang, prosedur dan substansi.(bhc/dar) |