BANDUNG (BeritaHUKUM.com) - Beberapa waktu lalu Greenpeace wilayah Jawa Barat menggelar pelatihan Citizens Journalism atau Jurnalisme Warga bagi masyarakat Sungai Citarum yang berasal dari empat area industri; Majalaya, Baleendah/Dayeuhkolot, Banjaran dan Rancaekek. Pelatihan yang berlokasi di Majalaya ini, diikuti oleh masing-masing lima perwakilan masyarakat dari tiap area industri.
“Materi pelatihan yang diberikan antara lain mencakup materi Citizens Journalism, teknik menggunakan website waterpatrol untuk melaporkan pencemaran limbah industri dan juga simulasi lapangan mendokumentasikan dan melaporkan pencemaran limbah industri”,ujar Ahmad Ashov, Jurukampanye Air Greenpeace Indonesia.
Simulasi lapangan dilakukan di beberapa titik di daerah industri Majalaya dimana pencemaran limbah industri biasa ditemui yaitu di Sasak Bejol, Cikacembang dan Cipadaulun. “Temuan-temuan dari simulasi lapangan tersebut kemudian dilaporkan melalui web site waterpatrol”, lanjutnya.
Pelatihan bagi masyarakat ini merupakan tindak lanjut dari peluncuran website waterpatrol pada bulan Februari lalu. “Sampai saat ini ada 120 masyarakat yang terdaftar sebagai pengguna aktif website waterpatrol dan beberapa laporan pencemaran limbah industri yang berasal dari pengguna aktif tersebut”, ujar Hilda Meutia, Koordinator Water Patrol Greenpeace Indonesia.
Partisipasi aktif masyarakat dalam melakukan pengawasan, pelaporan dan pengaduan pencemaran khususnya oleh limbah B3 merupakan hak setiap orang yang dijamin oleh peraturan perundang-undangan Indonesia dan merupakan elemen penting dalam mencegah pencemaran limbah industri khususnya di Sungai Citarum yang sudah begitu kronis.
Data terakhir dari Pemerintah tentang kualitas air Sungai Citarum tahun 2010 menunjukkan bahwa dari sepuluh titik pantau mutu air Sungai Citarum dinyatakan dalam kategori berbahaya atau cemar berat disemua titik pantau tersebut, termasuk empat titik pantau di Majalaya, Sapan, Cijeruk dan Dayeuhkolot yang melingkupi empat area asal perwakilan masyarakat yang mengikuti pelatihan. Salah satu parameter yang secara signifikan melewati ambang batas adalah kandungan bahan kimia beracun Fenol yang dapat berasal dari limbah cair industri tekstil, khususnya yang mempunyai proses pencelupan, pemutihan (bleaching) dan finishing.
Di bagian hulu Sungai Citarum, terhitung hingga 72% industri yang beroperasi adalah industri tekstil dan berpotensi mencemari Sungai Citarum.
Pada tahun 2011 lalu, Greenpeace melalui kampanye detox berhasil mendorong enam merk pakaian ternama dunia; Nike, Adidas, Puma, H&M, C&A dan Li-Ning untuk berkomitmen memastikan produk dan seluruh rantai produksi dan supply mereka bersih dari bahan kimia beracun dan berbahaya dan juga untuk bekerjasama dengan pemasok mereka di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, untuk memastikan bahwa komitmen tersebut terimplementasikan.
“Semua warga negara berhak atas lingkungan yang bersih dan sehat, tak terkecuali air”, kata Deni Riswandini, Ketua Elingan PKK DAS Citarum. Populasi penduduk yang yang disuplai dari Sungai Citarum adalah sebanyak 25 juta (15 juta dari Jabar dan sisanya DKI Jakarta). “Sangat ironis memang, kendati air Sungai Citarum sudah tercemar, namun banyak masyarakat yang masih menggunakannya sebagai sumber air. “Hal ini yang perlu segera disadari dan ditangani, agar ekosistem di sekitar DAS Citarum kembali normal”, ujarnya.
Greenpeace mengajak masyarakat luas, khususnya masyarakat di daerah aliran sungai Citarum, untuk berperan aktif mengawasi dan melaporkan pencemaran limbah oleh industri untuk mendorong pemerintah mulai beraksi dan bertindak tegas untuk melindungi sumber air yang menjadi sumber kehidupan bagi lebih dari 28 juta orang ini dan juga untuk mendorong industri beralih ke sistem produksi bersih demi menjamin masa depan dan sumber air yang bebas bahan kimia beracun dan berbahaya.(bhc/rt/rl)
|