JAKARTA, Berita HUKUM - Pemerintah menetapkan enam komitmen dalam kaitan pertumbuhan berkelanjutan. Namun, Presiden juga menyadari masih ada tantangan, terutama dalam mencapai produktivitas berkelanjutan pada industri kehutanan. Salah satunya adalah pembebasan lahan.
"Kasus kebakaran ladang dan bencana asap di Riau, penyebabnya dipengaruhi oleh pembebasan lahan. Maka dari itu, saya mengingatkan pihak swasta dan komunitas lokal juga taat pada hukum," kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat membuka Workshop Tropical Forest Alliance 2020 di Hotel Shangri-La, Jakarta, Kamis (27/6) pagi.
Presiden percaya bahwa pemerintah, sektor swasta, dan komunitas lokal harus bekerja sama untuk menciptakan inovasi dalam pengembangan kehutanan dan agrikultur. "Inovasi ini harus cost-effective dan environment-sensitive," SBY menambahkan.
Adapun keenam langkah atau komitmen dalam pertumbuhan berkelanjutan tersebut adalah, pertama, sejak 2009, Indonesia telah berkomitmen kuat untuk mereduksi emisi gas rumah kaca sebanyak 26 persen dari proyeksi emisi business as usual pada 2020. "Dengan dukungan internasional, kami berkomitmen untuk mereduksi emisi hingga 41 persen," ujar Presiden.
Kedua, juga di 2009, Presiden meluncurkan program 1 Miliar Pohon atau Obit (One Million Indonesia Trees for the World). "Saya sangat senang dengan kemajuan program ini, kami –dalam tiga tahun terakhir-- telah sukses menanam 4,4 miliar pohon," ujar Presiden. Bersamaan dengan program ini pemerintah memberikan program pemberdayaan ekonomi kepada petani yang menanam tanaman produktif di daerah degradasi hutan. "Banyak dari mereka mendapatkan alternatif pendapatan dan berhenti mengkonversi hutan," Presiden menambahkan.
Program Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+) yang dimulai tahun 2010 merupakan langkah ketiga, bekerja sama Norwegia. "Misi dari satuan tugas ini adalah untuk mempersiapkan institusi relevan untuk implementasi REDD+ dan memperbaiki hutan dan lahan gambut di Indonesia," SBY menjelaskan.
Pada tahun yang sama, SBY juga memberikan arahan untuk pembentukan One Forest Map. "Ini akan membantu menciptakan kepastian dalam lisensi dan kepemilikan tanah. Saya harap ini akan mengakomodasi pertumbuhan berkelanjutan dan keadilan pada sektor agrikultur," kata SBY.
Kemudian, pada tahun 2011, Presiden SBY menerbitkan moratorium ijin hutan dan lahan gambut yang baru. Moratorium ini telah diperpanjang sampai dua tahun ke depan.
Yang terakhir adalah keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan bahwa hutan adat bukanlah bagian dari wilayah hutan negara. "Secara pribadi, saya berkomitmen dalam memulai proses registrasi dan pengenalan kepemilikan kolektif dari teritori adat di Indonesia. Ini langkah penting dalam proses implementasi keputusan Mahkamah Konstitusi," SBY menegaskan.(fbw/pdn/bhc/rby) |