JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Musyawarah penawaran harga untuk pembebasan lahan proyek Mass Rapid Transit (MRT) Lebakbulus-Bundaran HI yang berlangsung di kantor Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan, Kamis (8/12), berlangsung ricuh. Pasalnya, 39 pemilik lahan yang datang, tidak puas dengan penjelasan yang diberikan tim Panitia Pengadaan Tanah (P2T) Jakarta Selatan.
Selain memprotes masalah pembayaran, pemilik lahan yang rata-rata memiliki usaha di Jalan Fatmawati Raya itu juga menuntut pemkot setempat memperhatikan kelangsungan usaha mereka. "Ini bukan masalah uang dan harga yang ditawarkan. Tapi ke depan usaha kita bagaimana?" kata Mahis, seorang pemilik lahan yang terancam kena gusuran.
Ia juga menyesalkan sikap Tim P2T yang sebelumnya tidak memberikan sosialisasi secara rinci mengenai pembangunan jalur MRT yang rencananya dimulai pada 2012 mendatang. Begitu pula dengan surat undangan musyawarah ini pun baru diterima Rabu (7/12) sore. "Rencananya, pembangunan akan berlangsung selama lima tahun. Pembangunan yang dilakukan berada di halaman toko kmai. Tentu saja, kami tidak bisa lagi usaha. Lalu, siapa yang akan menggaji karyawan? Apa mau di PHK semua?," ujarnya.
Di wilayah Kecamatan Cilandak, rencananya akan terdapat empat stasiun termasuk depo utama. Untuk bidang tanah yang terkena rencana pembangunan stasiun, pihak P2T memberikan penawaran Rp 11,305 juta per meter persegi.
Sementara itu, Kabag Tata Ruang dan Lingkungan Hidup yang juga Sekretaris P2T Jakarta Selatan, Shita Damayanti menyangkal, pihaknya tidak melakukan sosialisasi sebelumnya. Jajarannya sudah mengadakan sosialisasi sebelum melakukan musyawarah penawaran harga.
"Kami sudah undang mereka ke kantor walikota. Semuanya sudah dijelaskan soal rencana kerja proyek tersebut, baik dari P2T maupun kontraktornya langsung untuk teknis. Tapi kami akan coba lagi bermusyawarah dan meninjau ke lapangan apa ada yang salah dengan cara kita nanti," tandasnya.(bjc/bie)
|