JAKARTA-Penyelenggaraan pemilu pada tahun 2014 mendatang diprediksi lebih rawan mendapat intervensi dari partai politik. Pasalnya, dalam RUU Penyelenggara Pemilu yang tengah dikerjakan DPR bersama pemerintah, terlalu banyak pasal yang mengatur campur tangan parpol.
"Kalau dilihat dari draf, dan pasal-pasal yang sudah disetujui, semuanya dikasih ruang lebih banyak untuk mengintervensi. Jadi mereka sudah mengintervensi dari membuat aturan mainnya," ujar Hadar Gumay, Direktur Eksekutif Centre for Electoral Reform (Cetro), Senin (29/8).
Salah satu pasal yang mencerminkan kuatnya intervensi, seperti dikutip mediaindonesia, pasal mengenai aturan bahwa setiap parpol yang lolos ambang batas parlemen (parliamentary treashold/PT) pada pemilu sebelumnya, memiliki masing-masing satu perwakilan di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Selain parpol, pemerintah juga berkeinginan kuat untuk masuk menjadi salah satu unsur dalam DKPP. Namun, usulan itu belum diamini oleh DPR dan menjadi perdebatan hingga saat ini. "DKPP itu bisa memberhentikan orang loh. Jadi kalau ada orang yang dianggap bermasalah dan menghalangi partainya, dia bisa diberhentikan, kan begitu sederhananya. Jadi tidak bisa, ini kelihatan dibuka ruang-ruang intervensi," ujarnya.
Hadar menegaskan, baik parpol maupun pemerintah seharusnya tidak masuk menjadi unsur dalam DKPP. "Ini pengertian keliru, seharusnya pemerintah dan orang parpol tidak boleh masuk DKPP. Terus siapa? Ya dibentuk dari unsur KPU, Bawaslu dan tokoh masyarakat. Lima orang cukup."
Selain keterlibatan dalam DKPP, aturan lain yang menunjukkan intervensi kuat dari parpol adalah, dalam pembuatan alat-alat teknis, KPU diwajibkan melakukan konsultasi dengan pemerintah dan DPR. "Ruang kontrol DPR itu kan banyak. Perbaikan DPT dikasih ke mereka, dibiayai negara. DPR juga bisa memanggil kalau ada yang meragukan, mereka bisa sidak ke penyelenggara pemilu. Mereka juga bisa melapor ke Bawaslu dan ke MK. Itu dong yang dijalankan," cetusnya.
Intervensi lainnya terlihat kuat dalam aturan lain yang masih juga diperdebatkan. Yakni jangka waktu mundur dari parpol, bagi politisi yang ingin mendaftar sebagai komisioner KPU. "Bayangkan, mereka mau masuk disetiap lini. Saya heran kepala mereka ini. Mereka tidak percaya untuk melindungi kepentingan mereka, lalu mereka mengurus sendiri. Ini cara berpikir yang tidak tepat, karena yang diutamakan kepentingan partainya sendiri," tukasnya. (mic/rob)
|