MEDAN, Berita HUKUM - Sidang perdana kasus penganiayaan dan kekerasan hingga menewaskan 8 nelayan asal Myanmar menghadirkan 3 terdakwa warga Rohingya yang masih dibawah umur, sempat diwarnai kericuhan sesaat sebelum digelarnya persidangan di ruang Cakra VII Pengadilan Negeri Medan, Selasa (4/6).
Kericuhan itu terjadi akibat adanya dualisme pengacara yang hadir untuk mendampingi para terdakwa. Dimana sejumlah ormas islam yang mengawal persidangan sebagai simpatisan para terdakwa tidak ingin pengacara yang ditunjuk dari penyidik Polres Belawan dan menginginkan didampingi oleh Tim Pembela Muslim (TPM).
Kondisi itu memicu terjadinya adu argumen antara ormas Islam dan tim advokat yang dipimpin Marasakti didepan ruang persidangan. Melihat itu, Kapolsek Medan Baru, Kompol Caljvin Simanjuntak yang hadir di PN Medan melakukan pengamanan meminta masing-masing perwakilan pengacara dari TPM maupun pengacara dari kepolisian masuk ke dalam ruang sidang.
Akhirnya Majelis Hakim diketuai Asban Panjaitan menyatakan Tim Pembela Muslim menjadi pengacara para terdakwa dan Marasakti menyatakan mentaati ketetapan hakim, setelah para terdakwa mencabut kuasa dari dirinya.
Selanjutnya didalam persidangan yang tertutup karena para terdakwa, MY,MH dan IKH masih dibawah umur, penuntut umum Elisabeth dan Evi dari Kejari Belawan membacakan dakwaannya.
Dalam gelaran masih dalam dakwaan, penuntut umum mengenakan pasal 170 dan 351 ayat 3 kepada tiga remaja Rohingya tersebut dan selanjutnya majelis hakim menundanya hingga pekan depan dalam agenda mendengarkan keterangan saksi.
Seperti diberitkan sebelumnya, Polisi dari Polres Pelabuhan Belawan telah menetapkan 17 tersangka dan 3 diantaranya masih remaja dalam kasus pengeroyokan hingga tewas 8 warga Myanmar di Rudenim Belawan. Pengeroyoakn dipicu akibat pelecehan yg dilakukan warga Myanmar terhadap suku Rohingya didalam rumah pengungsian itu.(bhc/and) |