JAKARTA, Berita HUKUM - Sehari selepas aksi penembakan misterius terhadap Alm. anggota Provost Polair Baharkam Mabes Polri Bripka Sukardi yang dinaikkan pangkatnya menjadi Aipda gugur dalam tugas, di Jalan H.R Rasuna Said Kuningan Jakarta Selatan, tepan di depan Gedung Komisi Pemberantasan (KPK), Pengamat Kepolisian Prof Bambang Widjoyo Umar menyambangi (TKP) saat menyaksikan olah tempat kejadian perkara di lokasi gugurnya Bripka Sukardi.
Menurut Bambang, dirinya secara pribadi sangat prihatin terhadap korban-korban yang berjatuhan dari pihak Polri, karena berkali-kali dan sudah 4 kali dan Bambang berharap jangan sampai ada yang ke 5 kalinya.
Bambang, mengatakan, saya melihat kali ini sebagai aksi dan reaksi dari pada cara kerja Polri itu sendiri, dimana kalau aksinya itu Polisi mensinyalir, ini merupakan suatu aksi dari terorisme.
"Maka perlu dibenahi atau mawas diri bagi polisi. Khususnya bagi Densus 88, dimana tindakan densus 88 itu perlu dibenahi, jangan terlalu eksistensi. Atau terlalu berlebihan, yang saya katakan diluar kemanusiaan," ujar Guru Besar di Universitas Indonesia ini, Rabu (11/9).
Bambang juga menyampaikan, analisisnya terkait rangkaian peristiwa pembunuhan ini. Menurutnya, seperti apa langkah cara-cara kerja Kepolisian kedepan dalam menangani kasus penembakan penembakan. Karena menurut Bambang peristiwa tidak berdiri sendiri, namun ada saling terkait dengan peristiwa lainya.
"Keadaan pembunuhaan terhadap polisi. Aksi terorisme atau kejadian extraordinary crime ini, multi klausal, sebabnya, didalam mengatasi keamanan, perlu adanya integrated. Jangan dibebankan pada polisi semata, cukup berat keadaan ini," ujar Bambang.
Khususnya tindakan yang dilakukan Densus 88. Ini yang perlu dibenahi oleh pihak Kepolisian. Didalam menangani masalah-masalah yang extraordinary crime, terorisme. Kemudian narkotika, jangan Polisi sendiri, tetapi lintas departement.
Apakah ini lebih difokuskan ke densus 88?
"Khusunya, tetapi, saya melihat kejadian ini merupakan puncak dari aksi dan reaksi. Reaksinya karena tindakan polisi, yang paling tepat itu di densus. Kalao yang lainnya yaa tidak berapalah. Cuman efeknya ke polisi lalu lintas, polisi Samapta, kan kesihan juga. Nah mawas diri dari pihak kepolisian lah cara-cara bekerja, cara-cara bekerja densus didalam menyikapi terorisme ini harus lebih manusiawi," ujar Bambang.
Apakah ada aktor intelektual?
"Saya tidak bisa mengatakan ini! bukan dari polisi, tapi ini organisasi. Dalam arti 1 tindakan, dan bukan tindakan personal, akan tetapi suatu tindakan yang terencana, dan di lakukan oleh suatu kelompok yang mempunyai suatu pelatihan, atau cara-cara bertindak yang sudah profesional dalam membunuh seseorang, ini kok sampai berani begitu," pungkas Bambang.(bhc/put) |