JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Hasil penelitian Kantor PBB untuk Obat-obatan dan Kejahatan (United Nations Office on Drugs and Crime) menunjukkan bahwa pengguna narkoba jenis metamphetamine meningkat tajam di Asia Tenggara dan Asia Timur.
Asia Timur dan Asia Tenggara kini menjadi pusat utama produksi obat-obatan ilegal jenis Amphetamine-Type Stimulants (ATS). Produksi ATS dapat berupa pil ecstasy dan shabu. Ke-10 negara anggota ASEAN tercatat menjadi tempat produksi sekaligus peredaran narkoba jenis ini, juga di Jepang dan Korea Selatan.
“Ada kenaikan yang sangat tinggi pada kegiatan produksi, penjualan, sekaligus penggunaan narkoba jenis ATS di hampir seluruh kawasan Asia Tenggara, dalam lima tahun terakhir,” kata Kepala UNODC untuk Asia Timur dan Asia Tenggara, Gary Lewis di Jakarta, Selasa (29/11).
Menurut dia, luasnya jaringan peredaran narkoba—termasuk yang masuk hingga ke Indonesia, sangat membahayakan keamanan di Asia Tenggara. “Di kawasan Asia Timur dan Tenggara, ATS sebagai jenis obat-obatan terlarang merupakan ancaman bagi keamanan manusia,” imbuh Lewis.
Setengah produksi methamphetamine di dunia, ungkapnya, berada di kawasan ini dan setengah dari jumlah penduduk dunia di kawasan tersebut adalah pengguna ATS. Cina, Burma, dan Filipina masih menjadi produsen ATS terbesar. Belakangan, jaringan produksi sudah mencapai Kamboja, Indonesia, dan Malaysia, yang sebelumnya merupakan negara transit para pengedar.
Pecandu Indonesia
Sementara itu, Kepala Badan Narkotika Nasional, Gories Mere mengatakan bahwa ATS dalam bentuk metamphetamine kristal (shabu) itu, kini menjadi jenis narkoba yang paling banyak digunakan oleh para pecandu narkoba di Indonesia. Jumlah penggunanya meningkat hingga 2,1 persen pada 2010 atau sekitar 3,8 juta orang. Sebelumnya, ganja dan heroin menempati urutan teratas.
“Tahun 2011 juga sampai September meningkat. Rata-rata begitu di Asia Tenggara, semua bergeser dari heroin. Dulu di Indonesia (angka penggunaan tinggi) ganja sekarang shabu. Hanya saja di negara lain methamphetamine dalam bentuk kristal tidak dikenal, tapi dalam bentuk pil,” ungkapnya.
Gories menambahkan, Polri akan menggiatkan pencegahan melalui deteksi forensik teknologi informasi, untuk membongkar sindikat narkoba internasional. Selain itu, pemerintah bersama Badan POM menjalin kerjasama internasional dan memperketat pengawasan di Bea Cukai.
“Dulu pabrik-pabrik besar sudah kami bongkar, tetapi sekarang banyak (kegiatan produksi narkoba) di apartamen-apartemen, kantor, rumah susun, dan sebagainya. Peningkatan produksi dan peredaran methamphetamine otomatis juga menambah daftar pelaku yang diburu kepolisian, dan kebutuhan yang mendesak atas panti-panti rehabilitasi bagi pecandu,” imbuh dia.(voa/sya)
|