JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Kawasan Glodok sejak lama dikenal sebagai kawasan Pecinan di Jakarta, yang selalu ramai setiap perayaan Imlek digelar khususnya di Vihara Dharma Bhakti, Petak Sembilan, Glodok, Jakarta Pusat. Ribuan kaum Tionghoa terlihat memadati sudut-sudut vihara. Mereka datang untuk bersembahyang merayakan Imlek.
Berbagai ritual dilakukan warga Tionghoa dalam merayakan Imlek, mulai dari bakar dupa, menyediakan sesaji berupa kue, buah-buahan, bunga untuk dewa-dewa hingga melepas burung. Tidak lupa mereka memberikan angpau kepada warga kurang mampu yang berdatangan ke tempat tersebut. Namun, justru yang cukup unit adalah ritual melepas burung pipit, setelah sembahyang yang menjadi rutinitas Imlek yang tidak pernah dilupakan warga Tionghoa.
Rutinitas ini menjadi berkah tersendiri bagi penjual burung pipit. Mereka meraup untung besar dari menjual burung-burung kecil tersebut. Sejumlah pedagang mengaku mendapat berkah, karena ribuan ekor burung laku terjual. Mereka meraup untung hingga bekali-kali lipat dari modal yang dikeluarkannya itu. Sedangkan pelepasan burung tersebut, memberikan simbol saling mengasihi antara semua mahluk hidup.
Gubernur DKI Jakarta yang hadir di Vihara Dharma Bhakti untuk merayakan Imlek bersama warga Tionghoa menyatakan bahwa di Jakarta tidak ada sekat antar etnis, suku, dan agama. Semua menjadi satu kesatuan yang saling menghormati. Bagi masyarakat Betawi, budaya Tionghoa merupakan bagian dari budaya Betawi juga.
"Sudah menjadi kewajiban Pemprov DKI menjamin dan menciptakan rasa aman bagi warganya untuk beribadah. Tak terkecuali bagi warga masyarakat keturunan Tionghoa, maupun bagi mereka yang menganut kepercayaan Konghuchu, untuk bebas menjalankan agama dan kepercayaannya masing-masing," kata dia.
Menurut dia, perkembangan dan pembangunan kota Jakarta tidak terlepas dari partisipasi dan peran warga Tionghoa. Kepada seluruh masyarakat di Jakarta, ia mengucapkan rasa terima kasihnya atas sikap saling peduli dengan menjaga kerukunan dan menciptakan kota Jakarta yang aman, tentram dan kondusif.
Pria berkumis yang disapa akrab Foke ini menjamin memberikan pelayanan bagi warga Tionghoa setara dengan warga pribumi. Kini warga Tinghoa di daerah tersebut, sudah memiliki identitas yang jelas sebagai warga resmi DKI Jakarta dan kartu keluarga (KK), serta juga sudah dapat menikmati pendidikan dengan bersekolah di sekolah negeri, layanan kesehatan dan lainnya.
Foke juga memberikan apresiasi terhadap warga keterunan yang mau berbaur dengan warga pribumi. Bahkan, sudah banyak yang menikah dengan warga pribumi, sehingga telah tercipta keragaman di daerah Jakarta ini. “Kondisi ini juga menciptakan untuk warga keturunan etnis Tionghoa sudah sejajar dengan pribumi dan diharapkan terus menjaga kondisi kerukunan ini,” tandansya.(bjc/irw) |