JAKARTA, Berita HUKUM - Citizen's Alliance for North Korean Human Rights (NKHR) bekerjasama dengan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) pada tanggal 15-20 September 2015, menyelenggarakan pekan HAk Azazi Manusia (HAM) Korea Utara (Korut) di Indonesia yang ke-2 kalinya. Dimana, acara secara resmi dibuka dengan sebuah Pameran seni pada, hari Selasa (15/9), tepatnya di Dia.Lo.Gue, Artspace, Kemang, Jakarta Selatan.
Adapun selain beberapa acara diskusi, tukar pikiran, dan pendapat, dilangsungkan pula Pameran Seni yang berjudul "From Darkness : The Journey Of North Korean Refugees". Tema menceritakan dari kegelapan, perjalanan panjang yang dilalui pengungsi Korea Utara dalam mencari kebebasan. Karya-karya Chunhyok Kang, dan Sun Mu (pengungsi Korea Utara yang karyanya telah dikenal di dunia Internasional, sebagai pengkritik Rezim Pemerintah Korea Utara). Pameran ini akan berlangsung hingga hari Minggu, 20 September 2015 mendatang.
Roichatul Aswidah, S.I.Kom, M.A selaku perwakilan badan pengurus dari Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) mengulas saat mengawali pekan HAM untuk Korea Utara ini, yang merupakan pencerminan dari komitmen bangsa Indonesia seperti tertulis di dalam dokumen negara, dan tujuan republik Indonesia pada saat didirikan, guna mewujudkan suatu dunia bermartabat, damai dan adil.
Perlu diketahui pada 2014 yang lalu, Komisi Penyelidikan PBB menemukan bahwa, tidak hanya pelanggaran HAM yang terus terjadi di Korea Utara. "Namun, ditemukan pelanggaran-pelanggaran lainnya yang dapat dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan, yang dapat dituntut dalam mekanisme pidana internasional," jelas Roichatul Aswidah, saat konferensi pers, Selasa (15/9).
Menurut Roichatul, ada 2 hal yang perlu menjadi catatan hasil pelaporan pelapor khusus PBB untuk HAM di Korea Utara, yakni Marzuki Darusman kepada komisi penyidik PBB, yaitu : Pertama (1), Komisi penyelidikan mengkonfirmasi telah ada praktek pelanggaran yang berat bersifat sistematis terhadap kemanusiaan dan merupakan pelanggaran HAM berat, kemudian menimbulkan telah terjadi kejahatan terhadap kemanusiaan di Korut. Kedua(2), Praktek pelanggaran itu bukan merupakan accept atau kebijakan tertentu. Praktek itu merupakan komponen essential dari sistem politik di negara itu, yakni sistem politik "Totaliter".
Selanjutnya, Michele Sonen yang mewakili Citizen's Alliance for North Korean Human Rights (NKHR) mengemukakan bahwa, Indonesia dapat berkontribusi signifikan terhadap pengembangan HAM di Korut, baik melalui hubungan Bilateral maupun dalam bentuk dukungan terhadap resolusi-resolusi PBB seputar HAM di Korut.
Michele-pun mengungkap, dimana situasinya tidak hanya terjadi penghilangan paksa terhadap penduduk Korea Utara, namun juga terjadi pada penduduk asing (WNA). Termasuk mereka yang berasal dari Malaysia, Thailand, dan Singapura.
Citizen's Alliance juga telah meminta kepada sejumlah instansi-instansi besar seperti; Komnas HAM RI, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesiaa, anggota Parlemen Indonesia, dan ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rigths (AICHR) untuk berpartisipasi dalam Pekan HAM Korut guna mendiskusikan langkah-langkah Strategis kedepan yang mampu ditempuh untuk perbaikan situasi HAM di Korea Utara.
Sebelumnya, NKHR sendiri pernah menyelenggarakan 3 kali berturut-turut kampanye HAM Korut di Indonesia, guna meningkatkan kesadaran masyarakat akan situasi HAM yang sedang terjadi di Korut.
Selama bertahun-tahun banyak negara di Asia Tenggara yang menentang ataupun abstain ketika penghitungan suara resolusi-resolusi HAM PBB, terkait dengan isu seputar Republik Demokratik Rakyat Korea.
"Indonesia sebagai salah satu negara terdepan di Asia Tenggara memiliki peran penting bagi komunitas Internasional. Sebagai negara sedang berkembang dalam mempengaruhi dunia," ungkap Michele, selaku International campaign team program officer NKHR.
Sementara itu, Marzuki Darusman,SH yang pernah menjabat sebagai Jaksa Agung Republik Indonesia periode 1999-2001, turut hadir pada kesempatan ini mengungkapkan bahwa, "Selama belasan tahun Korut luput dari sorotan dunia Internasional, kepandaiannya menghindar dari penyidikan," ungkapnya.
"Berbagai bentuk pelanggaran, baik pelanggaran hak untuk bicara (berkumpul), pelanggaran diskriminasi terhadap perempuan dan anak. Apalagi praktek penculikan terhadap warga negara asing, ada kurang lebih 6 berasal dari malaysia, singapore dan Thailand yang saat ini sedang dalam penyidikan oleh PBB," jelas Marzuki Darusman, yang sampai saat ini aktif menjadi Direktur Human Rights Resource Centre (HRRC).
Beliaupun menegaskan, ini menjadi sorotan dunia internasional, dimana Korea Utara menampung berkisar 180-200 ribu musuh-musuh negara/kelompok masyarakatnya. "Anehnya, jika tidak hormat terhadap gambar, menjatuhkan lukisan keluarga Kim (keluarga Presiden) bisa dihukum. Dihukum bersama dengan mereka, dari 3 derajat/tingkat kerabat, lalu yang ditahan/diituduh subversif ditahan bersama keluarganya. Ini sistem yang tidak ada bandingnya di dunia ini." jelas Marzuki.
Menurut Marzuki Darusman yang juga saat ini menjadi pelapor khusus PBB untuk HAM di Korea Utara, dikarenakan sudah melanggar HAM berat hingga layak diajukan ke Pidana Internasional dan harus mempertanggungjawabkan, ciri utama hampir menyeluruh mengingkari hak-hak azasi dari rakyat.
"Rekaman kesaksian mereka sudah dicek dan diuji berdasarkan informasi yang lain. Laporan ini bukan pandangan mata, namun sudah merupakan proses yang berjalan puluhan tahun. Maka, dunia Internasional menantang Korut. Marilah buktikan di PBB ada pelanggaran atau tidak," tegas Marzuki Darusman.(bh/mnd)
|