JAKARTA, Berita HUKUM - Pimpinan DPR tak mau ambil pusing menanggapi indikasi pelanggaran Presiden Jokowi terhadap Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia. Hal itu dinilai ranah eksekutif yang tidak perlu dikomentari DPR sebagai lembaga legislatif.
"Jika dibutuhkan perangkat untuk mendukung kerjanya, masa kita menghalangi. Urus urusan rumah tangga masing-masing. Itu (ranah) eksekutif," kata Wakil Ketua DPR, Fadli Zon, di Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (1/4) lalu.
Saat ditanya rencana interupsi atau mengkritik akan pelanggaran itu, Fadli berbalik mempertanyakan dimana kepentingan DPR melakukan hal itu. Jika memang prajurit tersebut harus nonaktif, menurut dia, hal tersebut merupakan persoalan teknis dalam ranah TNI.
"Kalau dia harus berhenti ya biarkan dia memilih. Masih banyak urusan yang harus diselesaikan DPR," kata Fadli Zon yang juga sebagai Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu.
Seperti diberitakan sebelumnya, Anggota Komisi I DPR RI Tubagus Hasanuddin menilai Presiden Jokowi melanggar Undang-Undang No. 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.
Hal itu terkait keputusan Presiden menempatkan prajurit aktif Mayjen TNI Andogo Wiradi sebagai Deputi V Bidang Analisis Data dan Informasi Strategis Kantor Staf Kepresidenan.
Dalam pasal 47 ayat 1 disebutkan prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah pensiun dari dinas aktif. Lalu, dalam ayat 2 disebutkan prajurit aktif dapat menduduki kantor yang membidangi koordinator bidang politik dan keamanan (polhukam), pertahanan negara (kemenhan), sekretaris militer (termasuk ajudan), intelijen negara (termasuk BIN dan BNPT), sandi negara, lemhanas, wantanas, SAR Nasional, BNN, dan MA.
Sementara, Anggota Komisi I DPR TB Hasanuddin yang menilai penempatan perwira TNI aktif sebagai Deputi Presiden merupakan pelanggaran Undang-undang. Purnawirawan TNI berpangkat Mayjen ini mengatakan perwira TNI yang bisa menduduki jabatan sipil adalah mereka yang pensiun dari dinas aktif.
"(Penempatan itu) dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap UU TNI no 34/2004. Dalam pasal 47 ayat 1 disebutkan: prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah pensiun dari dinas aktif," kata Politikus PDIP itu.
Dia menjelaskan, perwira aktif itu hanya berhak menempati posisi di bidang yang sudah diatur dalam Pasal 47 ayat 2. Adapun bidang tersebut adalah politik dan keamanan, pertahanan negara, sekretaris militer (termasuk ajudan), Intelijen negara (BIN, BNPT), Lembaga Sandi Negara, Lemhannas, Wantanas, Badan SAR nasional, BNN dan MA .
"Jadi hanya ada 10 lembaga yang dapat dijabat oleh prajurit aktif, sehingga Keppres (Perpres) penempatan perwira aktif di staf kepresidenan yang dikeluarkan presiden Jokowi telah melanggar undang undang," terang dia.
Pada 31 Maret, Kepala Kantor Staf Kepresidenan Luhut Binsar Panjaitan memperkenalkan lima deputinya kepada Presiden Joko Widodo.
Mereka adalah Deputi I Bidang Monitoring dan Evaluasi, Darmawan Prasodjo, Deputi II Bidang Pengelolaan Program Prioritas, Yanuar Nugroho, Deputi III Bidang Pengelolaan Isu Strategis, Purbaya Yudhi Sadewa, Deputi IV Bidang Komunikasi Politik, Eko Sulistyo, dan Deputi V Bidang analisis data dan informasi strategis Brigjen TNI Andogo Wiradi.(Amaliya/A-89/pikiran-rakyat/metrotv/bh/sya) |