JAKARTA, Berita HUKUM - Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Nana Sudjana membeberkan hasil pengembangan penyidikan dan penyelidikan terkait kasus keterlibatan pelajar pada aksi unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law yang terjadi tanggal 8, 13, dan 20 Oktober 2020 lalu.
Dari hasil pengembangan itu, Nana mengungkapkan, beberapa kali aksi unjuk rasa yang berujung ricuh disinyalir dari hasutan dan ajakan yang diedarkan melalui group-group media sosial. Ia pun mengatakan, pihaknya telah membongkar dan mengelompokkan sumber jaringan akun-akun media sosial yang berisi hasutan dan ajakan itu.
"Saya kelompokkan menjadi 2 kelompok. Pertama, kelompok pelaku lapangan yaitu yang melempar, merusak, membakar di beberapa TKP seperti gedung di ESDM, halte busway, dan pos polisi," beber Nana, di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (27/10).
Untuk kelompok kedua, lanjut Nana, adalah para pelaku yang menggerakkan massa untuk berbuat rusuh.
"Kelompok 2, pelaku yang menggerakkan, dimana kelompok yang mengadu, memposting dan menyebarkan dan mengajak demo rusuh melalui medsos dan ajakan langsung," terang Nana.
Nana mengungkapkan, pengungkapan jaringan atau kelompok kedua, merupakan pengembangan dari kelompok pertama yakni pelaku lapangan. Hasil penyelidikan, awalnya ada tiga orang yang ditangkap berinisial FI (16), MN (17) dan MA (15). Mereka merupakan kreator dan admin grup WhatsApp (WAG) Jaktim Omnibus Law.
"Kemudian kami kembangkan, menangkap dua orang berinisial AP dan FS, kreator dan admin WAG Demo Omnibus Law," katanya.
Menurut Nana, penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya terus melakukan pengembangan dan kembali menangkap seorang pelajar berinisial MAR (16) selaku kreator serta admin WAG STM se-Jabodetabek dan akun Facebook ATM se-Jabodetabek Masih ada tiga orang admin yang masih dalam pengejaran polisi.
"MAR ini adalah yang mengambil postingan-postingan sebagai bahan hasutan dari akun Facebook STM se-Jabodetabek ke WAG STM se-Jabodetabek," jelasnya.
Menurut Nana, Facebook STM se-Jabodetabek ini merupakan pangkal dari jaringan kelompok penghasut atau provokator melalui media sosial. Kemudian jaringan diturunkan ke WAG STM se-Jabodetabek, selanjutnya ke WAG Demo Omnibus Law, dan WAG kewilayahan seperti Jakarta, Depok, Tangerang, Bekasi dan lainnya. Lalu terpecah lagi menjadi beberapa sel WAG per sekolah, kemudian terbagi lagi dalam kelompok angkatan hingga alumni, bahkan teman main.
"Sementara ini, baru wilayah Jakarta Timur yang sudah kami ungkap. Ini masih kami kembangkan lagi apakah ada wilayah-wilayah lainnya. Ini semua pelakunya adalah pelajar," jelasnya.
Nana melanjutkan, dari tersangka MAR penyidik Subdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya melakukan pengembangan dan menangkap empat orang admin Facebook STM se-Jabodetabek.
"Facebook STM se-Jabodetabek ini ditangani oleh Krimsus Polda Metro Jaya. Berdasarkan pengembangan Subdit Cyber Crime ditangkap empat orang admin dan kreator Grup STM se-Jabodetabek. Inisialnya WH (16), MLAI (16), GAS (16), dan JF (17). Untuk barang bukti yang kami dapatkan ada empat unit handphone dan satu unit laptop," bebernya.
Untuk para tersangka yang melakukan pelanggaran pidana di lapangan dijerat Pasal 212 terkait melawan petugas, Pasal 218, Pasal 170 tentang pengeroyokan dan perusakan terhadap barang serta orang, dan Pasal 406 KUHP. Sementara, para tersangka kelompok penghasut melalui media sosial dikenakan Pasal 28 ayat 2 Jo Pasal 45a ayat 2 UU Nomor 19 tahun 2016 atas perubahan UU Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 dan atau denda paling banyak Rp 1 miliar. Pasal 14 UU No 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya 10 tahun, Pasal 15 UU No 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya 3 tahun, Pasal 160 KUHP, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya 6 tahun, Pasal 55 KUHP, dan Pasal 56 KUHP.(bh/amp) |