JAKARTA, Berita HUKUM - Polda Metro dan Kodam Jaya melakukan apel gelar pasukan untuk mengantisipasi adanya aksi unjuk rasa susulan menolak UU Cipta Kerja atau Omnibus Law.
Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Nana Sudjana mengatakan, apel ini dilakukan sebagai bentuk sinergitas untuk memantau pergerakan dan menciptakan suasana aman.
"Kami lakukan patroli bersama dengan rute dari DPR kemudian keliling kota. Dengan sebagian berada di Monas dan finish di DPR," kata Nana di Monas, Jakarta Pusat, Senin (12/10).
Nana menambahkan, antisipasi ini untuk mencegah terjadinya peristiwa seperti kericuhan demo pada Kamis (8/10) terulang.
"Kami ingin menjamin keamanan ketertiban di Jakarta. Sudah kami evaluasi dan persiapan dalam menghadapi permasalahan yang ada," ungkap Nana.
Dia mengaku sudah melakukan Tactical Wall Game (TWG) untuk mengantisipasi dan memetakan pengamanan potensi kerawanan.
"Sudah kami siapkan antisipasi keamanan," ujar Nana.
Nana menilai, aksi unjuk rasa ini diperbolehkan karena ada jaminan menyampaikan pendapat di muka umum.
"Kami dari awal akan melayani, mengawal dan mengamankan aksi yang baik. Tapi ketika mereka melakukan anarkis, kami akan sabar dan lakukan tindakan," kata Nana.
Dia menyebut, dari penyelidikan sementara saat aksi kericuhan, pihaknya sudah menangkap 1.192 demonstran. Dari hasil pemeriksaan, sebagian dilepas khususnya untuk pelajar dengan dijemput orang tua.
"Pelaku yang ada barang bukti dari pendalaman kemarin ada 135, kemudian mengerucut menjadi 43 orang yang kami jadikan tersangka," pungkas Nana.
"Untuk pelaku pembakaran dan pengerusakan masih dalam pengejaran. Kami akan proses," jelas Nana.
Dia memastikan, jumlah personel pengamanan akan menyesuaikan jumlah peserta aksi tergantung informasi intelijen.
Sementara itu, Pangdam Jaya Mayjen Dudung Abdurachman menuturkan, pihaknya bakal membantu penuh Polri untuk menghadapi kemungkinan huru hara.
"Saya tekankan kepada TNI untuk memegang penuh sapta marga dan sumpah prajurit. Tingkatkan soliditas antara TNI dan Polri," kata Dudung.
Dia menambahkan, dalam melaksanakan tugas jangan sampai ada kepentingan pribadi maupun kelompok.
"Nantinya akan dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk membenturkan TNI dan Polri," jelas Dudung.
Dia juga meminta kepada TNI dan Polri yang melakukan penindakan terhadap terduga perusuh agar profesional, proposional dan tetap mengedepankan persuasif namun tegas.
"Lalu cari dan temukan tokoh di lapangan yang menggerakkan. Karena itu yang penting," kata Dudung.
"Perusuh itu hanya orang yang dijadikan alat untuk memanfaatkan situasi. Karena mahasiswa dan buruh itu saya yakin murni menyampaikan aspirasi. Nanti kami cari saya yang rusuh," pungkas Dudung.
Sebelumnya beredar informasi, akan ada aksi unjuk rasa atau demo menolak UU Cipta Kerja lanjutan yang digelar Dewan Eksekutif Nasional Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Nasional (DEN KSBSI) di depan Istana Presiden, Jakarta Pusat.
Massa DEN KSBSI berencana menggelar aksi selama lima hari berturut-turut, mulai Senin hingga Jum'at (16/10). Dengan aspirasi yang sama, yakni menolak RUU Cipta Kerja, Front Pembela Islam (FPI), Persaudaraan Alumni (PA) 212 bersama dengan GNPF Ulama berencana menggelar aksi turun ke jalan pada, Selasa (13/10) besok.
Rencana DEN KSBSI menggelar unjuk rasa tertuang dalam surat pemberitahuan aksi kepada kepolisian pada Jum'at (9/10) lalu.
Surat pemberitahuan aksi ini diteken Deputi Presiden Bidang Konsolidasi DEN KSBI Surnadi.
"Kami aksi Senin," katanya, Minggu (11/10).(bh/amp) |