JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Tim gabungan Kepolisian yang terdiri atas Mabes Polri, Polda Kalimantan Timur (Kaltim) dan Polres Kutai Kertanegara (Kuker) belum juga menetapkan petinggi perusahaan perkebunan sawit PT Khaleda Agroprima Malindo (KAM) sebagai tersangka.
Padahal, dua tersangka menyatakan bahwa perintah untuk membantai Orang Utan Monyet dari petinggi perusahaan itu. Bahkan, yang bersangkutan memberikan insentif setiap tersangka berhasil membunuh kedua jenis hewan tersebut.
“Sampai saat ini, mereka (para petinggi PT KAM) masih berstatus sebagai saksi. Kasusnya masih dalam pengembangan pihak Kepolisian," kata Kadiv Humas Polri Irjen Pol. Saud Usman Nasution dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (22/11).
Saud hanya menyatakan bahwa pihak manajemen PT KAM dapat terjerat hukum dengan sangkaan telah memerintahkan dan membayar orang untuk melakukan pembantaian terhadap hewan jenis Primata. Ia hanya menjanjikan akan menetapkan mereka sebagai Tersangka, bila memang memiliki cukup bukti. "Kalau memenuhi unsur tindak Pidana, siapa pun tidak ada masalah (untuk ditetapkan sebagai tersangka)," imbuhnya.
Di hubungi terpisah, juru kampanye Centre for Orangutan Protection (COP) Daniek Hendarto meminta Polri mengusut tuntas kasus pembantaian Orang Utan yang dilakukan perusahaan Malaysia di Kaltim. Pihak-pihak yang terlibat diminta segera ditetapkan sebagai tersangka.
Menurut dia, manajemen perusahaan perkebunan sawit itu, seharusnya tahu tentang pelarangan pembunuhan hewan yang dilindungi, seperti Primata. Atas dasar ini, pihak Kepolisian dapat menjerat pelaku dengan UU Konservasi.
Selain itu, lanjut dia, Polisi juga harus melakukan penyelidikan terhadap PT Metro Kajang Holdings (MKH) Berhad. Perusahaan ini membabat hutan dan membahayakan nyawa Orang Utan dan satwa liar lain di kawasan Muara Kaman, Kaltim. “Saat penyelidikan pembantaian orang utan sedang berlangsung, justru orang utan dewasa malah ditemukan babak belur di kawasan perkebunan itu,” ujarnya.
Daniek mengungkapkan, perusahaan Malaysia telah menghancurkan hutan Indonesia dan UU Nomor 5/1990 mengenai Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem. “Cukup sudah sekarang. Kini, saatnya MKH Berhad dan perusahaan-perusahaan Malaysia itu hengkang dari Indonesia. Sudah cukup mereka membuat masalah bagi Indonesia,” tandasnya.
Sebelumnya, Kepolisian telah menatapkan dua tersangka kasus pembantaian orang utan, M dan G. keduanya mengakui bahwa mendapat perintah dari dua petinggi perusahaan perkebunan sawit PT KAM. Untuk membunuh seekor orang utan, mereka mendapat upah Rp 1 juta. Sedangkan seekor Monyet mendapat Rp 200 ribu.(dbs/bie/ans)
|