JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Setelah menetapkan dua karyawan PT Khaleda Agroprima Malindo (KAM) sebagai tersangka, kepolisian mengarahkan bidikannya ke pimpinan perusahaan tersebut. Hal ini terkait dengan kebijakan perusahaan yang memerintahkan pembunuhan satwa dilindungi tersebut.
“Penyidikan sedang diarahkan kepada pimpinan perusahan itu. Sebab, berdasarkan keterangan kedua tersangka, mereka mengaku mendapat perintah dari atasannya berinisial A serta mendapat upah perusahaan atas pembantaian tersebut,” kata Kadiv Humas, Irjen Pol. Saud Usman Nasution dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta, Senin (21/11).
Selain meminta keterangan dua tersangka yang merupakan karyawan perusahaan, yakni M alias G dan M, polisi juga meminta keterangan dari para saksi. Para saksi itu, satu di antaranya adalah Kepala Desa Puan Cepak, Muara Kaman, Kutai Kertanegara (Kuker), Kalimantan Timur (Kaltim), yang sebagian wilayahnya merupakan areal kebun sawit PT KAM.
“Kepolisian tengah mendalami keterlibatan atasan kedua karyawan berinisial A dan kebijakan perusahaan yang memerintahkan pembunuhan satwa dilindungi tersebut. Mereka membunuh orang utan dan monyet, karena ada imbalan uang. Tindak pidanaya makin jelas. Asa siapa yang menyuruh, siapa yang melakukan, siapa yang memberikan perintah, dan siapa yang turut serta," jelas Saud.
Menurut dia, polisi juga akan meminta keterangan ahli patologi dari Universitas Mulawarman. Hal ini dilakukan untuk pengembangan kasus tersebut. "Kasus ini masih terus berkembang. Tersangka juga akan bertambah, karena jelas ada orang yang menyuruh, setidaknya ada yang mengetahui," imbuh mantan Kadensus 88 Antiteror ini.
Sebelumnya, kepolisian telah menangkap dua karyawan PT KAM pada Sabtu (19/11) lalu. Mereka diduga sebagai pelaku yang melakukan pembantaian orang utan. Keduanya mengaku telah membunuh 20 ekor orang utan dan monyet pada 2008-2010.
Mereka melakukannya atas perintah atasan perusahaannya bernisial A dan dengan bayaran Rp 1 juta tiap berhasil membunuh seekor orang utan dan Rp 200 juta untuk setiap monyet. Atas perbuatannya ini, kedua tersangka dijerat telah melanggar UU Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dengan ancaman pidana penjara selama 5 tahun dan denda Rp 100 juta.(tnc/bie)
|