JAKARTA-Kasus korupsi keuangan daerah menempati urutan pertama dari tren korupsi di Indonesia. Aktor utamanya adalah para kepala daerah dan mantan kepala daerah. Anehnya, kasus ini tak banyak diselesaikan secara tuntas. Mereka kerap menyelewengkan penggunaan dana APBD.
"Polisi sangat lamban dan cenderung tidak serius. Ada oknum yang main mata di sana. Ada sekitar 30 kasus yang tak jelas. Tapi kasus korupsi kepala daerah cenderung tak ditangani secara serius," kata Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane kepada pers di Jakarta, Kamis (18/8).
Dalam catatannya, Neta menyebutkan, dari beberapa kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah terlihat bahwa mereka dituduh melakukan korupsi karena melanggar Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 20/2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa. Sebab, pada pengadaan barang, mereka tidak menggunakan prosedur lelang tetapi penunjukan.
Padahal, di beberapa kasus yang dilakukan melalui proses penunjukkan sebenarnya, justru lebih menguntungkan daripada melalui proses lelang. Bahkan, lebih efisien dan tidak berbelit-belit. "Kebanyakan latar belakang kepala daerah itu pengusaha. Kemampuan mereka dalam memahami birokrasi masih sangat kurang. Tidak sedikit dari mereka saat mengelola keuangan daerah sama seperti mengelola keuangan perusahaannya sendiri, tanpa prosedur," tutur dia.
Akibatnya, para kepala daerah ini sering menabrak prosedur dan aturan yang ada. Pelanggaran prosedur tersebut kemudian digugat sebagai tindak pidana korupsi oleh kejaksaan ataupun kepolisian. Namun, Neta mengungkapkan, dari fakta yang ditemukan sering kali kepala daerah yang diisukan terlibat korupsi malah menjadi korban pemerasan baru dari berbagai pihak.
"Seorang Bupati di Riau sempat mengaku dia sudah habis Rp 11 miliar untuk menghadapi dugaan korupsi Rp7 miliar yang dituduhkan kepadanya. Dia banyak didatangi orang macam-macam, ada yang mengaku dari polisi, jaksa, dan bahkan KPK," sambungnya.
Untuk itulah, Neta menyarankan, agar Asosiasi Kepala Daerah memberikan bimbingan atau pengarahan kepada calon-calon kepala daerah maupun kepala daerah yang baru terpilih. Hal ini sangat penting untuk bisa memperkuat kapasitas dan kualitas pemahamannya terhadap pengelolaan keuangan daerah. “Sudah waktunya aparat serius menangani kasus korupsi yang melibatkan kepada daerah,” tandasnya. (mic/bie)
|