JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Polda Metri Jaya tengah mengkaji penggunaan pasal pembunuhan bagi sopir Daihatsu Xenia maut Apriyani Susanti (29). Pasal itu disiapkan untuk menjerat sopir yang menwaskan Sembilan orang dan empat luka berat dalama peristiwa penabrakan di Tugu Tani, Gambir, Jakarta Pusat, Minggu (22/1).
"Kami langsung mengkaji dalam penyidikan. Ada tim dari serse Narkoba, Umum, dan Lalu Lintas. Kami merumuskan sebagai kerja penyidik. Tapi nanti dikoreksi jaksa yang akan menuntut dalam persidangan kasus ini. Pasal pembunuhan kami masukkan sebagai pasal alternatif," kata Kapolda Metro Jaya Irjen Pol. Untung S Rajab kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Rabu (25/1).
Menurut dia, ada beberapa alternatif dakwaan yang akan digunakan. Pertama, Pasal 338 KUHP tentang dengan sengaja merampas nyawa seseorang yang ancamannya 15 tahun penjara. Kedua, pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan orang lain meninggal dunia yang ancamannya lima tahun penjara. Ketiga, pasal 340 KUHP tentang dengan terencana merampas nyawa orang lain yang ancamannya pidana mati atau penjara seumur hidup.
Namun, Kapolda belum bisa memastikan akan menggunakan pasal KUHP yang mana. Tapi ia memastikan bahwa tersangka Apriyani dijerat dengan pasal 283 jo pasal 287 ayat (5) jo pasal 310 ayat 1-4 UU Nomor 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan jo pasal 112 jo 132 jo 127 UU Nomor 35/2009 tentang Narkotika.
"Kami masih diskusikan. Belum ada kesimpulan untuk hal tersebut. Ini kan masih penyidikan. Kesimpulan itu nanti setelah diperiksa semua selesai kami analisis. Keyakinan penyidik dan diuji lagi oleh jaksa penuntut umum. Nanti dikembalikan lagi, kalau tidak lengkap," jelas mantan Kapolda Jawa Timur tersebut.
Sebelumnya diberitakan, hasil penelusuran tim terpadu yang melakukan penyelidikan kasus sopir Daihatsu Xenia maut, diperoleh data bahwa kondisi minibus tersebut laik jalan dan rem dalam keadaan baik. Hampir dipastikan insiden ini akibat human error atau kesalahan manusia, yakni sang pengemudi Apriyani Susanti (29). Sebelumnya, pelaku mengklaim rem blong.
Namun, hal itu dibantah berdasarkan hasil investigasi tim gabungan yang terdiri dari Dinas Pekerjaan Umum, DLLAJ, PT Astra Motor, PT Jasa Raharja, Tim Puslabfor Polri, Ditlantas Polda Metro Jaya, dan Koorlantas Polri. Hanya saja ban depan sebelah kiri yang bermasalah, karena tekanannya di bawah normal. Normalnya 40 psi, tetapi ban kiri tekanannya hanya 22 psi. Tapi kondisi alur kembang ban masih bagus serta usia ban pun belum terlalu tua. Rem juga tidak rusak, tidak ada yang bocor dan rem berfungsi baik.
Sopir yang mengendarai mobil maut tersebut, salah mengambil keputusan saat akan menginjak rem. Dia justru menginjak gas sehingga laju kendaraan semakin cepat. Tim terpadu sama sekali tidak menemukan adanya bekas rem di jalan. Hal ini menunjukan bahwa tidak ada pengereman saat kejadian. Laju mobil diperkirakan di atas 90 km per jam.
Tim juga berkesimpulan bahwa penyebab pertama penabrakan itu, karena pelaku Apriyani Susanti (29) kelelahan akibat bergadang semalaman. Dia diduga mengantuk saat mengemudikan kendaraannya. Sedangkan penyebab kedua, dia dalam pengaruh minuman keras dan narkoba. Apriani bersama tiga temannya pada Sabtu malam hingga Minggu pagi mengonsumsi minuman keras dan ekstasi, sehingga saat mengendarai mobil yang disewanya tidak konsentrasi.
Sementara penyebab ketiga, salah mengambil keputusan. Apriyani yang panik karena mobilnya oleng, bukannya menginjak rem tetapi justru malah menginjak gas yang akhirnya kendaraan melaju lebih dari 90 km per jam. Penyebab terakhir, tekanan udara ban depan tidak sama. Ban depan bagian kanan tekanannya normal 40 psi, tetapi ban kiri tekanannya hanya 22 psi. Itulah yang menyebabkan kendaraan oleng ke kiri dan menabrak belasan pejalan kaki.(dbs/irw)
|