*Sehingga harus sangat hati-hati menentukan tersangka utama pemalsuan surat MK
JAKARTA-Kepolisian kesulitan untuk mengusut tuntas kasus mafia pemilu, karena diduga mendapat tekanan politis yang kuat. Hal inilah yang membuat kepolisian sangat berhati-hati dalam menetapkan pelaku utama sebagai tersangka kasus pemalsuan surat keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) itu.
“Sebenarya, saya sejak awal melihat persoalan ini sudah kuat buktinya. Namun, begitu memasuki proses hukum, makin tak jelas akibat tekanan politiknya sangat kuat. Polisi terlihat kesulitan mendapatkan alat bukti, sehingga harus berhati-hati. Maklum saja, orang yag diincarnya tidak main-main,” ujarnya Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Bambang Eka Cahya Widodo di Jakarta, Rabu (17/8).
Selain di kepolisian, proses penyelidikan juga dilakukan oleh Panitia Kerja (Panja) Mafia Pemilu di DPR. Dalam forum ini memuncul sangkaan pelaku utama mengarah kepada dua orang, yakni mantan hakim konstitusi Arsyad Sanusi dan mantan anggota KPU Andi Nurpati yang kini menjadi politikus Partai Demokrat. Keduanya diduga terlibat dalam proses surat palsu MK untuk meloloskan Dewie Yasin Limpo ke DPR pada pemilu 2009.
Namun, begitu kepolisian melakukan penyidikan, tampak sangat kesulitan untuk mengusut tuntas kasus mafia pemilu itu. Sejak kasus ini dilaporkan Ketua MK Mahfud MD kepada Mabes Polri pada Febuari 2011 lalu, hingga kini polisi hanya mampu menetapkan satu tersangka, yakni Mashuri Hasan, juru panggil MK. Padahal, ia hanya orang susruhan, bukan pelaku utama dalam kasus ini.
Bambang menilai, tekanan politis yang sangat kuat, baik dari DPR maupun pihak kekuasaan yang berada di belakang Andi Nurpati, telah membuat kepolisian memiliki banyak pertimbangan untuk menetapkan tersangka. “Mereka megejar ke arah pembuatnya siapa. Ini agak sulit, karena kejahatan itu hampir sempurna, tetapi karena ketahuan berarti tidak sempurna. Menurut saya polisi sudah cukup punya bukti, hanya menunggu waktu yang pas untuk menetapkan tersangka,” ujarnya yakin.(mic/irw)
|