JAKARTA, Berita HUKUM - Anggota Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) Suryadi Jaya Purnama menilai beberapa proyek pembangunan IKN berpotensi mangkrak dan overbudget. Hal itu dapat terlihat dari pembahasan soal substansi RUU IKN yang dilakukan melalui Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi, bukan pada tahapan Panitia Kerja (Panja), demi mengejar tuntasnya pada bulan Januari 2022.
"Faktor-faktor penyebabnya adalah, pertama, mengabaikan studi kelayakan. Hal ini dapat terlihat dari proyek-proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, LRT Jabodetabek, Pelabuhan Patimban, Bandara Yogyakarta, dan Bandara Jenderal Besar Soedirman di Purbalingga yang semua masalahnya tak lepas dari minimnya studi kelayakan," urai Suryadi dalam keterangan tertulis yang diterima Parlementaria, Rabu (12/1).
Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) DPR RI ini menambahkan, sampai saat ini tidak pernah ada penjelasan hasil studi kelayakan sebagai argumentasi terpilihnya Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur, sebagai calon Ibu Kota Negara baru.
"Bahkan dalam Naskah Akademik (NA) RUU IKN pun tidak ada. Padahal pemerintah sudah menunjuk lembaga konsultan asing, McKinsey, sebagai pemenang lelang studi kelayakan teknis calon lokasi ibu kota negara dengan nilai pagu Rp25 miliar dari APBN tahun 2019. Bahkan, Rencana Induk IKN juga tidak akan dibahas sejak awal karena nanti akan diatur dengan Peraturan Presiden," terang Anggota Komisi V DPR RI itu.
Di sisi lain, mencermati postur anggaran IKN yang mencapai Rp466 Triliun, dengan komposisi 19 persen berasal dari APBN, 54 persen melalui Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dan 24 persen berasal dari investasi swasta, maka seharusnya studi kelayakan menjadi sangat penting. Karena salah satu kunci kesuksesan KPBU dan investasi swasta adalah studi kelayakan yang bank-able.
"Kedua, adalah perubahan kebijakan Pemerintah. Bappenas sudah menyatakan pembangunan IKN membutuhkan 15-20 tahun atau artinya minimal tiga kali Pemilu," urainya.
Karena itu, ia mempertanyakan apakah mungkin adanya jaminan dalam kurun waktu tersebut tidak akan ada perubahan kebijakan pemerintah, sehingga memberikan kepastian investasi bagi swasta. "Contohnya, LRT Palembang dengan biaya Rp12,5 triliun menjadi mubazir karena perubahan kebijakan tidak jadi memindahkan kantor Gubernur Sumsel berakibat sepinya penumpang," sambung legislator dapil NTB II tersebut.
Oleh karena itu, menurutnya, Fraksi PKS DPR RI menolak terburu-burunya pembahasan RUU IKN tanpa adanya pembahasan Rencana Induk IKN sejak awal. "Karena dikhawatirkan akan berimbas pada semakin membesarnya faktor-faktor penyebab potensi mangkrak dan overbudget IKN di atas, apalagi tanpa melibatkan partisipasi lebih banyak dari masyarakat dan para ahli," tutup Suryadi.
Sementara, Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) Saan Mustopa menyampaikan urgensi RUU IKN antara lain menyangkut kepindahan Ibu Kota Negara saat ini. Secara bertahap pemerintah dinilai harus punya payung hukum, sehingga urusan teknis seperti waktu dan pendanaan dapat dipersiapkan. Saat ini menurutnya ada beberapa hal yang menjadi perhatian dalam pembahasan RUU tersebut.
Pertama terkait dengan soal status ibu kota negara itu sendiri. Dimana pemerintah waktu itu ingin Ibu Kota Negara berdiri dengan status Otorita, namun DPR menganggap bahwa dasar hukumnya lemah. "Maka kami ada diskusi ada perdebatan dan akhirnya disepakati bahwa status Ibu Kota Negara itu namanya Pemdasus, Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Negara. Dimana itu sudah kami sepakati, itu pertama yang jadi perdebatan tapi sudah selesai," urai Saan saat diwawancarai Parlementaria, Selasa (11/1).
Wakil Ketua Komisi II DPR RI itu melanjutkan, yang kedua terkait waktu pindah Ibu Kota Negara, dimana dari pemerintah ingin perpindahan dapat dilaksanakan mulai semester pertama tahun 2024. "Tentu teman-teman di Pansus di Panja maupun juga di Timus mempertanyakan soal kesiapan dari sisi infrastruktur dan semuanya apakah kalau misalnya tahun 2024 semester pertama pindah itu sudah siap atau belum," sebut Saan.
Sebab Pansus juga mempertimbangkan keberlangsungan pemilu serentak 2024 di tengah kondisi pandemi saat ini. Serta pertimbangan lainnya yang diharapkan dapat terjadi kesepakatan. Mungkin saja, kata Saan, misalnya yang dimaksud perpindahan ialah status IKN baru nanti sambil menyiapkan dasar-dasar kepindahannya. "Sejauh ini dua itu yang paling relatif jadi perdebatan di pansus soal lain-lainnya tidak terlalu jadi masalah," pungkas Saan.
Politisi Fraksi Partai NasDem itu menambahkan, pembahasan RUU IKN sampai hari ini telah masuk dalam pembahasan oleh Tim Perumus (Timus). "Kami harapkan di minggu depan itu sudah ada rapat kerja antara Pansus dengan Pemerintah jadi disitu ada proses pengambilan keputusan tingkat pertama terkait dengan RUU IKN, jadi diharapkan di bulan Januari ini RUU IKN ini sudah bisa disahkan," harap Saan.(ah/rdn/sf/DPR/bh/sya) |