BOGOR, Berita HUKUM - Pemerintah Kota Bogor, Jawa Barat menetapkan kasus keracunan massal yang dialami warga Kelurahan Tanah Baru, Kecamatan Bogor Utara usai memakan tutut (keong sawah) sebagai kejadian luar biasa (KLB).
"Kejadiannya masif, penyebabnya diperkirakan sama dari makanan tutut, kita tetapkan status KLB, yang terpenting semua korban diatasi semua," kata Pelaksana tugas (Plt) Wali Kota Bogor, Usmar Hariman, di Bogor, Sabtu (26/5).
Usmar bersama Kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor, Rubaeah telah meninjau warga yang mengalami keracunan. Tercatat ada 85 orang warga yang dirawat di sejumlah fasilitas kesehatan mulai dari Puskesmas hingga rumah sakit.
"Kita pastikan semua warga yang terkena dampak mendapat perawatan," ucap Usmar.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor, Rubaeah mengatakan, keracunan makanan dialami warga di tiga rukun tertangga yakni, RT 01, 02, dan 05 di RW 07, Kampung Sawah, Kelurahan Tanah Baru.
Ia mengatakan, warga yang keracuna mengalami gejala mual, pusing, diare, dan demam tinggi. Kondisi tersebut dialami setelah warga mengkonsumsi tutut (keong sawah).
"Setelah ada hasil diagnosa beberapa warga yang dirawat, maupun yang diperiksa di rumah sakit, diduga disebabkan oleh tutut yang dimakan saat berbuka puasa," ujar Rubaeah.
Para warga yang keracunan selain dirawat di Puskesmas, dan rumah sakit, juga ada beberapa yang diraat di rumah oleh bidan, dan petugas medis. Dan beberapa ada yang berobat jalan.
"Kondisi terakhir Alhamdulillah beberapa warga sudah milai membaik kondisinya," imbuhnya.
Untuk mengetahui penyebab pasti keracunan, lanjut Rubaeah, sampel makanan tutut yang dikonsumsi warga, dan "rental rectal swab" telah dikirim ke laboratorium Labkesda Dinas Kesehatan dan Provinsi.
Kepala Puskesmas Bogor Utara, dr Oki Kurniawan mengatakan, warga positif mengalami keracunan akibat bakteri. Tetapi jenis bakteri apa yang terkandung masih dalam analisa di laboratorium.
"Bisa e.coly, atau bisa lebih bakteri lebih parah lagi. Karena dilihat masa inkubasinya mencapai 24 jam setelah mengkonsumsi tutut, timbul gejala deman, mual, muntah dan diare," kata Oki.
Oki menambahkan, kejadian keracunan massal ini baru pertama kali terjadi, dan langsung mengenai masyarakat dalam jumlah banyak mencapai 85 orang, sehingga Kepala Dinas Kesehatan dan Plt Wali Kota Bogor menetapkan status KLB.
Sementara, menanggapi kejadian ini, Wakil Sekjen MUI Ustadz Tengku Zulkarnain merasa prihatin. Selain itu, dirinya pun berdoa agar terbebas dari kesengsaraan ini. Pada akun media sosial twitter @ustadtengkuzul menulis komentar yang menohok :
"Kemarin Mana Itu Menteri yg Menyarankan Makan Keong Sawah...? Sudah Membezuk Mereka Belum...? Ya Allah Sebegitu Sengsaranya Nasib Rakyat Jelata Mau Makan Enak Saja Susah. Padahal Sudah 72 Tahun Merdeka. Tunjukkan Kami Jalan agar Terbebas dari Zaman Sengsara Ini... Amin...." cuit Ustadz Tengku melalui akun twitternya.
Sebelumnya diketahui, pembahasan mengenai keong sawah sempat menjadi topik trend pada beberapa bulan lalu.
Pembahasan ini dimulai berita media yang menuliskan komentar Andi Amran, Menteri Pertanian RI di sela inspeksi dadakan Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta.
Menteri Pertanian atau mentan menyarankan agar masyarakat beralih ke komoditas lain yang proteinnya sama dengan daging.
Karena harga daging masih berada di kisaran lebih dari seratus ribu Rupiah.
Keong sawah (Pila ampullacea) adalah sejenis siput air yang mudah dijumpai di perairan tawar Asia tropis, seperti di sawah, aliran parit, serta danau.
Hewan bercangkang ini dikenal pula sebagai Keong gondang, siput sawah, siput air, atau tutut.
Bentuk keong sawah agak menyerupai siput murbai, masih berkerabat, tetapi keong sawah memiliki warna cangkang hijau pekat sampai hitam.
Mentan Andi Amran Sulaiman mengatakan, "Jadi seperti tutut, itu proteinnya sama, lebih bagus dari daging," ujar Amran beberapa waktu lalu.
Sementara harga daging sapi juga masih berada di atas Rp 100 ribu per kilogram, sehingga banyak masyarakat yang mengeluhkan kondisi tersebut.(dbs/iek/aktual/bh/sya)
|