JAKARTA, Berita HUKUM - Pimpinan Pusat Muhammadiyah bersama Pimpinan Pusat Aisyiyah dan beberapa lembaga ormas Islam seperti Al-Washliyah, Persatuan Tarbiyah Islamiyah, Persatuan Islam, Dewan Dakwah Islamiyah, Nahdlatul Wathan, Mathla'ul Anwar, Badan Kerjasama Pondok Pesantren Indonesia, dan Pondok Pesantren Darunnajah mengkaji Rancangan Undang-Undang Pesantren.
Ada beberapa hal terkait RUU Pesantren yang menjadi fokus kajian. Di antaranya, definisi pesantren, judul RUU tersebut, posisi RUU Pesantren dari sistem pendidikan nasional, naskah akademik RUU tersebut, dan ruang lingkup RUU Pesantren yang belum mengakomodir perkembangan pesantren.
Dalam pertemuan, ada pendapat bahwa nomenklatur dan substansi yang diatur dalam RUU Pesantren tidak mencerminkan dinamika pertumbuhan dan perkembangan pesantren saat ini sesuai tuntutan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Selain itu, jika RUU Pesantren disahkan menjadi UU, maka berpotensi memunculkan tuntutan peraturan perundang-undangan yang sejenis dari pemeluk agama selain Islam. Bila tidak dipenuhi, dapat menimbulkan perpecahan dalam kehidupan masyarakat.
Ketentuan dalam RUU Pesantren juga hanya mengakomodir dan mengatur pesantren yang berbasis kitab kuning atau dirasah islamiyah dengan pola pendidikan muallimin. Sehingga, belum mengakomodir keberagaman pesantren sesuai tuntutan pertumbuhan dan perkembangan pesantren.
Berdasarkan hasil kajian, RUU Pesantren dinilai tidak dapat dipisahkan dari sistem pendidikan nasional. Karena itu, lebih tepat bila materi yang termuat di dalam RUU Pesantren dimasukkan ke UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dengan merevisi UU tersebut.
Definisi pesantren juga dinilai perlu ada penambahan. Sebagaimana diketahui, definisi pendidikan pesantren dalam RUU Pesantren adalah pendidikan yang diselenggarakan oleh dan berada di lingkungan pesantren dengan mengembangkan kurikulum sesuai kekhasan pesantren dengan berbasis pada kitab kuning, dirasah islamiyah dengan pola pendidikan muallimin.
Definisi tersebut perlu dilengkapi dengan klausa "atau pola lainnya yaitu pesantren yang mengembangkan kurikulum berbasis dirasah islamiyah yang terintegrasi dengan pendidikan umum (sekolah atau madrasah).
Pertemuan yang dihadiri ormas dan lembaga pendidikan Islam itu menghasilkan kesepakatan dengan membuat permohonan penundaan pengesahan RUU Pesantren tertanggal 17 September, kepada Ketua DPR RI. Surat permohonan itu ditandatangani oleh Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas dan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti.(muhammadiyah/bh/sya) |