JOMBANG (BeritaHUKUM.com) – Menyikapi rekomendasi ijin prinsip Bupati Jombang tentang survey seismik 2D dan 3D atas Blok Nona yang dilakukan PT. Pertamina, Islamic Centre for Democracy and Human Rights Empowerment (ICDHRE) mendesak untuk menelitinya kembali. Pasalnya, rekomendasi bupati itu berpotensi menimbulkan konflik di masyarakat.
”Mestinya rekomendasi tersebut disosialisasikan sejak dini kepada masyarakat, padahal rekomendasi itu dikeluarkan sejak Februari 2011. Namun, mengapa hampir satu tahun tidak diketahui masyarakat Jombang?,” Direktur Eksekutif ICDHRE A. Samsul Rijal kepada wartawan, Senin (30/1).
Menurut dia, dari aspek substansi rekomendasi, bupati telah mengambil alih hak dan kewenangan para pemilik lahan yang terdampak uji seismik blok nona. Padahal, dalam ketentuan UU tentang migas, pelaksana eksplorasi MIGAS harus mendapat ijin lokasi dari pemilik tanah dan membangun kesepakatan melalui musyawarah mufakat dengan mereka bila ada kerugian materiil dan immateriil dampak pelaksanaan ekplorasi.
Berkaca dari pengalaman sebelumnya, imbuh Samsul, pihaknya tidak ingin pengalaman ekplorasi block gunting oleh Exxon Mobil kembali terulang, sehingga banyak pihak yang dirugikan. “Karenanya substansi rekomendasi tidak membatasi dan menghalangi adanya hak dan kewenangan pemilik lahan untuk bersikap dan bersepekat dengan pelaksana eksplorasi. Hal itu terjadi karena ketidakefektifan regulasi daerah dalam memfasilitasi pengelolaan aktivitas eksplorasi migas,” jelas dia.
Seperti diketahui, rekomendasi izin prinsip kegiatan survey seismik 2D dan 3D Nona, dikeluarkan oleh Bupati Jombang, sejak 14 Februari 2011 dengan nomor surat 545/08/415.21/2011. Namun, info tentang rencana seismik tersebut baru menyeruak setelah diberitakan media massa yang berbuntut dipanggilnya SKPD terkait survey seismik oleh komisi C DPRD Jombang, beberapa waktu lalu.(sin)
|