Oleh : Prof.Dr.Anwar Nasution *)
“Ajaran Bung Karno mengenai nasionalisme dan kehidupan pribadi beliau memberikan teladan bagi kita untuk mewujudkan cita-cita Sumpah Pemuda 1928 guna membentuk Satu Nusa, Satu Bangsa dan Satu Bahasa.”
GLOBALISASI - Merupakan sesuatu yang tidak dapat kita hindari akibat dari adanya gabungan kemajuan teknologi informasi, transportasi dan komunikasi serta runtuhnya komunisme. Globalisasi itu telah meniadakan hambatan lalu lintas manusia, modal, barang dan jasa serta informasi antar negara. Di dalam negeri, kita ingin merubah sistem politik, pemerintahan, hankam maupun sistem perekonomian nasional.
Ditengah masa transisi yang sulit tersebut, akhir-akhir ini, negara kita juga terus dilanda bencana alam, karena, secara geografis negara kita memang sangat rawan akan gempa maupun letusan gunung berapi.
Dalam keadaan seperti itu, semangat hidup optimis yang menyala-nyala serta solidaritas sosial yang kita warisi dari Bung Karno perlu kita kobarkan dan diperlihara keberadaannya.
Walaupun lingkungan strategisnya sudah sangat berbeda, namun esensi pemikiran Bung Karno masih tetap relevan dan harus tetap dapat kita gunakan sebagai tuntunan dalam menghadapi lingkungan yang baru itu. Kurangnya pemahaman kita dalam menghadapi tantangan baru tersebut telah menyebabkan Indonesia mengalami krisis ekonomi tahun 1997 yang dampaknya masih terasa hingga kini.
Ajaran Bung Karno mengenai nasionalisme dan kehidupan pribadi beliau memberikan teladan bagi kita untuk mewujudkan cita-cita Sumpah Pemuda 1928 guna membentuk Satu Nusa, Satu Bangsa dan Satu Bahasa. Rangkaian perbedaan suku, budaya, bahasa, agama dan ideologi, beliau satukan dalam celoka “Bhineka Tunggal Ika’ yang tertera dalam Garuda Pancasila, simbol negera kita. Bersama dengan Bung Hatta, Bung Karno memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia yang telah menyatu itu. Berbagai cobaan, yang terjadi sejak perang kemerdekaan, justru telah menguatkan rasa persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia.
Di dunia internasional Bung Karno memberikan inspirasi bagi perjuangan kemerdekaan bangsa-bangsa di Asia, Afrika dan Amerika Latin untuk membebaskan diri dari belenggu semua bentuk penjajahan, politik, militer, ekonomi maupun budaya. Dilain pihak Bung Karno tidak pernah mengajarkan dan memberi contoh isolasi dan autarki. Berbeda dengan Mao Tse-tung, Bung Karno sangat fasih dalam berbagai bahasa Barat, berpakaian ala barat dan punya seorang istri orang Jepang.
Sejalan dengan kalimat pertama Pembukaan UUD 1945, Bung Karno merupakan organisator utama dan tuan rumah penyelenggara Konfrensi Asia Afrika (KAA) tahun 1955 di Bandung. KAA menghimpun kekuatan negara-negara yang baru merdeka di Asia-Afrika. KAA kedua yang tadinya akan dilakukan di Aljazair pada tahun 1965 terpaksa dibatalkan kerena Presiden negara itu, Ben Bella, digulingkan oleh meiliter satu minggu sebelum dimulai konferensi.
Bersama dengan Nehru, Nasser dan Tito, Bung Karno membuat KAA menjadi lebih formal dan lebih terstruktur dengan mendirikan Gerakan Non Blok (GNB) yang masih tetap berlanjut hingga saat ini. GNB, yang dikenal sebagai blok dunia ketiga, adalah merupakan penyeimbang antara Blok Timur dibawa pimpinan Rusia dengan Blok Barat dibawah komando Amerika Serikat. Modal Bung Karno, beserta pemimpin lainnya dari dunia ketiga, untuk mempersatukan negara-negara yang baru merdeka itu hanyalah persaan senasib, semangat nasionalisme dan solidaritas yang menyala-nyala. Ini berbeda ketika Blok Timur maupun Barat, yang menggunakan kekuatan uang, teknologi maupun militer sebagai instrumen politik luar negeri untuk memperluas pengaruh internasionalnya.
Globalisasi telah merubah tatanan internasional yang saat ini sangat berbeda dengan era Bung Karno.
Kolonialisme secara fisik sudah tidak ada lagi, namun kontrol negara maju atas negara lain tetap dilakukan melalui penguasaan modal, teknologi maupun perdagangan. Runtuhnya Blok Timur, dan belum tumbuhnya Uni Eropa sebagai faktor penyeimbang, telah menyebabkan Amerika Serikat menjadi satu-satunya adikuasa. Keruntuhan Blok Timur bukan saja terjadi karena telah pecahnya Uni Sovyet, Yugoslavia dan bubarnya Pakta Warsawa. Komunisme yang dipraktekan di RRC, Vietnam, Laos pun sudah lebih parah daripada apa yang disebut oleh Mao sebagai ‘capitalist roader’ pada masa Revolusi Kebudayaan. Korena Utara sudah tumbuh menjadi negara kerajaan turun temurun. Pendek kata, komunisme sebagai ajrn pun sudah semkin ditinggalkan orang.
Sementara itu, landasan intelektual pembangunan ekonomi di dunia ketiga, seperti teori subtitusi impor dan dependensia, pun sudah lama dilupakan orang. Teori dependesia merekomendasikan untuk memotong garis hidup kolonialisme melalui autarki, menentang penanaman modal swasta asing dan penganjur teori dependesia, Presiden Cardoso, justru menggunakan teori ekonomi orthodoks dalam mengelola perekonomian Brasil selama masa pemerintahannya. Kebijkan orthodoks itu diteruskan oleh penggantinya Presiden Lula, tokoh yang lebih kiri daripada Presiden Cardoso.
Didalam negeri, Indonesia kini tengah merombak sistem sosialnya sendiri melalui rangkaian amandemen UUD 1945. Sistem politik Indonesia teah dirubh dari tadinya otoriter kearah demokrasi. Sistem pemerintahan yang tadinya sentralisasi dirubah menjadi sistem otonomi daerah yang sangat luas.
Dalam sistem ekonomi, porsi penggunaan mekanisme pasar menjadi semakin meluas. Didalam bidang politik, utus daerah dalam MPR dikukuhkan dalam suatu lembaga tinggi tersendiri berupa Dewan Perwakilan Daerah (DPD). MPR tidak lagi memilih presiden dan wakil presiden, serta menetapkan GBHN. Kini Kepala Daerah dipilih langsung oleh rakyat. Pada gilirannya Dwifungsi dan pembinaan teritorial TNI/POLRI yang tadinya menyatu, kini sudah dipisahkan dari TNI. Dwifungsi dan pembinaan teritoril merupakan instrument yang sangat ampuh untuk merebut kemerdekaan dari Belanda, menyelesaikan rangkaian pemberontakan daerah serta untuk mengisolir PKI. Namun pemerintah Orde Baru telah menggunakannya untuk mempertahankan kekuasaannya dan mengikis kar partai-partai di pedesaan.
Globalisasi membuka peluang bagi Indonesia untuk menarik pemasukan modal, kunjungan turis asing, pengiriman tenaga kerja ke luar negeri, memperoleh ilmu dan teknologi serta pasar bagi ekspor yang sangat kita perlukan bagi pembangunan nasional.
Mengikuti jejak Bung Karno, kita generasi penerusnya pun harus aktif dalam percaturan internasional untuk melaksanakan ketertiban dunia melalui politik luar negeri yang bebas aktif. Politik luar negeri tersebut seyogyannya diwujudkan dalam bentuk konstribusi positif pada organisasi politik, ekonomi dan hankam tingkat regional seperti ASEAN, APEC maupun tingkat internasional seperti PBB, IMF, Bank Dunia dan WTO. Agar dart memujudkan cita-cita diatas, perlu dibentuk suatu Lembaga Studi Sukarno yang serius guna memelihara nyalanya api obor pemikiran Bung Karno, menggali dan melakukan reintrepertasi buah pikiran beliau dalam menghadapi lingkungan global dan nasional yang terus berubah sekarang ini. (bhc/rat)
*) Penulis adalah ; Guru Besar Fak.Ekonomi UI dan Ketua BPK RI. Disarikan dari makalahnya pada ‘Dialog Nasional Relevansi Pemikiran Bung Karno di Jakarta.
|