DENPASAR (BeritaHUKUM.com) – Umat Hindu di Bali merayakan hari raya Galungan dan Kuningan. Parayaan ini ditandai dengan upacara sembahyang oleh ribuan umat Hindu di sejumlah pura yang tersebar di Pulau Dewata tersebut, sejak Rabu (1/2) pagi.
Namun, seluruh kantor pemerintahan dan swasta sudah tidak beraktivitas sejak Selasa (31/1) kemarin. Llibur fakultatif selama tiga hari untuk merayakan hari besar tersebut, juga berlaku mulai Selasa (31/1) kemarin hingga Kamis (2/2) besok, bagi sekolah-sekolah semua jenjang pendidikan, mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
Menurut Karo Humas Pemprov Bali I Ketut Teneng, hari libur fakultatif tersebut meliputi hari Penampahan Galungan pada Selasa (31/1) sebagai persiapan upacara keagamaan, disusul Hari Raya Galungan, Rabu (1/2), dan Umanis Galungan Kamis (2/2). “Libur itu dimaksudkan untuk memberikan kemudahan dalam melaksanakan rangkaian kegiatan ritual bagi pemeluk agama Hindu,” jelasnya.
Namun, lanjut dia, bagi instansi yang mengemban tugas pelayanan publik, seperti rumah sakit, pemadam kebakaran dan lainnya, tetap memberikan pelayanan dan natuan bagi masyarakat. Petugas instansi tersebut tetap bekerja dengan penyesuaian jadwal masuk kerja. “Penyesuaian dilakukan bagi instansi pelayanan publik dengan jadwal yang sudah ditetapkan pimpinan instansi tersebut,” jelasnya.
Sedangkan Pemangku Pura Jagatnatha Denpasar Jero Mangku Ida Bagus Ketut Japa menjelaskan, Galungan bermakna sebagai hari kemenangan atau dharma melawan adharma atau keburukan. Biasanya pada hari penampahan atau sebelum hari Galungan, umat Hindu melakukan sesembahan dengan memotong babi atau ayam yang dipersembahkan untuk Yadnya.
"Penampahan berarti tampa atau saat untuk mendekatkan diri dengan kebaikan yakni mendekatkan diri pada hari Raya Galungan. Di sinilah umat diuji ketabahan dan imannya oleh tiga butha: butha galungan, butha dedungulan, dan butha amangkurat," kata Jero Mangku.
Berdasarkan informasi yang dihimpun BeritaHUKUM.com, agak sulit untuk memastikan asal-usul Hari Raya Galungan ini. Kapan sebenarnya Galungan dirayakan pertama kali di Indonesia, terutama di Jawa dan di daerah lain khususnya di Bali.
Tapi kata Galungan itu sendiri berasal dari bahasa Jawa Kuno yang artinya menang atau bertarung. Galungan juga sama artinya dengan Dungulan, yang juga berarti menang. Karena itu di Jawa, wuku yang kesebelas disebut Wuku Galungan, sedangkan di Bali wuku yang kesebelas itu disebut Wuku Dungulan. Namanya berbeda, tapi artinya sama saja.
Galungan adalah suatu upacara sakral yang memberikan kekuatan spiritual, agar mampu membedakan mana dorongan hidup yang berasal dari adharma dan mana dari budhi atma yaitu berupa suara kebenaran (dharma) dalam diri manusia.
Selain itu juga memberi kemampuan untuk membeda-bedakan kecendrungan keraksasaan (asura sampad) dan kecendrungan kedewaan (dewa sampad). Harus disadari bahwa hidup yang berbahagia atau ananda adalah hidup yang memiliki kemampuan untuk menguasai kecenderungan keraksasaan.
Galungan adalah juga salah satu upacara agama Hindu untuk mengingatkan manusia secara ritual dan spiritual agar selalu memenangkan Dewa Sampad untuk menegakkan dharma melawan adharma.(dbs/sut)
|