JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Aksi ribuan pengunjuk rasa yang merupakan gabungan dari petani dan mahasiswa yang tergabung dalam Sekretariat Bersama Pemulihan Hak Hak Rakyat Indonesia, berlangsung ricuh. Hal ini menyusul tindakan mereka yang berhasil merobohklan pagar gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Kamis (12/1).
Mereka terus-menerus mendorong pagar setinggi 3 meter lebih tersebut, untuk mendesak masuk agar bisa bertemu dengan wakil rakyat. Aksi anarkis ini terjadi, akibat puncak kekesalan mereka yang menuntut DPR membentuk pansus konflik agrarian dam pemerintah diminta mengeluarkan kebijakan soal agraria yang prorakyat.
Upaya mereka untuk merobohkan pagar, dilakukan beberapa pemuda menaiki pagar tersebut sambil menggoyang-goyangkannya. Tindakan mereka ini memicu reaksi serupa dari pengunjuk rasa lainnya hingga menyebabkan jebolnya pagar gedung.
Polisi yang berjaga di dalam gerbang langsung menyemprotkan water canon ke arah pengunjuk rasa. Tak terima dengan penyemprotan tersebut, massa pun membalas polisi dengan lemparan batu dan kayu yang diambil dari tanah di sekitar gedung. Teriakan coordinator pendemo, sama sekali tak didengar. Mereka terus melakukan penyerangan terhadap polisi.
Kericuhan tersebut terjadi sekitar 20 menit, setelah koordinator aksi berhasil menenangkan masa yang tampak emosi. Akhirnya massa mundur untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Meredanya kemarahan massa ini, setelah pihaknya keamanan mengizinkan perwakilan pendemo menemui pimpinan DPR.
Sementara itu, Ketua Serikat Petani Indonesia, Henry Saragih meminta setidaknya 20 orang anggota DPR menandatangani petisi untuk membentuk pansus penyesesaian konflik agraria di seluruh Indonesia. "Kami akan terus meminta dan mendesak, agar DPR membentuk pansus," tegasnya.
Menurut dia, saat ini memang sudah 25 orang anggota DPR yang menandatangani petisi yang diajukan pihaknya. Sekber sendiri terdiri dari 72 organisasi buruh, petani dan mahasiswa yang tersebar di seluruh Indonesia. Tapi pihaknya tidak memungkiri bahwa petisi ini akan dilaksanakan anggota DPR. Pasalnya, mereka kerap tidak menepati janjinya.(dbs/rob)
|