JAKARTA, Berita HUKUM - Roy Suryo Wakil ketua umum Partai Demokrat di bidang Komunikasi dan Informatika angkat bicara saat acara dialog publik serta peluncuran buku 'Memotret Kepemimpinan Nasional #MemimpinPerubahan' oleh Inspirasi Muda yang digelar di KANAWA Coffee & Munch jalan Suryo, Kebayoran Baru, Jakarta pada, Senin (9/1).
Roy Suryo saat berbicara tentang sosok Pemimpin mengatakan bahwa, Pemimpin ada kalanya juga harus tanggap terhadap dunia kekinian, semisal tak pelak dan ditepis pula terkait dunia Sosmed (teknologi).
"Hal itu tak bisa ditepis pula. Harus ada kedekatan dengan para 'hater', ada kedekatan dengan sosmed, kedekatan dengan media nyata," ungkap Roy, sembari mengingatkan, saat menjadi narasumber pada sesi dialog publik, serta peluncuran 2 buku 'Dibalik Sang Kandidat' dan buku 'Mesin Pencetak Pemimpi(n)' karya Dr. Anggawira.
Soalnya, bila dipahami bahwasanya karakteristik bangsa Indonesia yang saat ini sudah mencakup jumlah penduduk sebesar 250 juta jiwa, lanjut Roy Suryo sebagai pakar telematika, multimedia dan IT ini mengatakan bahwa, terkoreksi kini yang menggunakan sosial media berkisar sekitar 143 juta jiwa.
"Menarik ini, setengah lebih bahkan mungkin sekali tiap individu meski miliki akun resmi namun memiliki akun lain. Ratusan buzzer ada, dan atau sebutlah sekitar 320 juta di Indonesia, baik itu buzzer dan lain lain," jelasnya mencermati.
Kemudian, "Memang benar, semua masa selalu ada tokoh. Dan saat ini sudah masuk ke dalam Presiden ketujuh Bapak Joko Widodo, dirasa cocok pada zamannya. Begitupun bapak SBY, Ibu Mega, Gus Dur, Habibie pada zamannya," ujar Roy, yang juga sebagai mantan Menteri Kepemudaan dan Olahraga dalam Kabinet Indonesia Bersatu II.
"Yang menjadi pertanyaan di dalam benak masing-masing saat ini adalah, apakah Joko Widodo juga nantinya akan mumpuni pada zamannya nanti di tahun 2019 nanti?," tanya Roy, lebih lanjut ke khalayak umum yang hadir saat diskusi, Senin (9/1).
Roy Suryo, yang juga merupakan salah seorang tokoh Ketua Otomotif atau Penasehat Otomotif juga turut mengomentari terkait Kebijakan PP nomor 60 tahun 2016 lalu, yang telah dicanangkan Pemerintah Jokowi, dimana menaikan harga STNK dan Perpanjangan BPKB itu. "Sebelumnya, saya sempat hubungi via telpon ke beberapa site online ternama, media mainstream mereka tidak tau, belum dapat info. Namun mereka tidak berani muat," cetusnya.
"Namun pas sampai akhir tahun, beberapa situs yang bisa dikatakan 'abal-abal' memuat berita itu. Nah, baru pada awal Januari, tepatnya pada (4/1) 2017, Baru memuat sehari sebelum hari terakhir. Bahkan di televisi-televisi nasional," ungkapnya.
Padahal, sambung Roy melanjutkan komentarnya, dimana dirinya telah mendengar kabar kenaikan biaya kenaikan administrasi di pekan pertama bulan Desember. "Perpres sudah membocorkan, dimana Pak Jokowi sudah menandatangani. PP 60 tahun 2016. Sudah saya baca sebanyak 22 halaman Peraturan Pemerintah itu. Dimana 8 halaman isi dan penjelasan, sisanya halaman berikutnya berisikan tarif, jadi jelas sekali," terang Roy yang memiliki nama asli Kanjeng Raden Mas Tumenggung Roy Suryo Notodiprojo atau disingkat KRMT Roy Suryo Notodiprojo.
"Peristiwa ini bukan hari terakhir, namun pertama masyarakat menerima. Yang jadi pertanyaan adalah apakah ini ada kesalahan, Pemimpin ada kesalahan? Saya katakan ya, tapi bukan Presiden. Namun, para pengatur negara," ujarnya, dimana menurut Roy seharusnya PP itu harus sudah disosialisasikan 30 hari sebelumnya.
Roy juga mengatakan, "Bila diingat, pak Presiden sekarang, mohon maaf sebelumnya, pak Jokowi juga kan naik karena ada sosial media. Sosmedia, dimana mungkin dulu mereka belum sadar, dimana dulunya ada kelompok. Seperti sosmedia Vollunter gitulah katakanlah, gak perlu saya sebut siapa itu. Akunnya jelas, sahabatnya. Jadi artinya harus sadar pada setiap masa ada zamannya," kata Roy.
"Nah, bila pada zaman dahulu-pun, di masa Bung Karno, kalau tidak dipaksakan juga mungkin tidak akan menjadi Presiden. Dulu yang menculik Bung Karno ke Rengasdengklok saja adalah para anak muda juga, dimana Chaerul Saleh, Sukarni dan Wikana menculik beliau. Kalau pemimpin kita tidak bisa disatukan, namun harus kita didorong," tutupnya
Pantauan pewarta BeritaHUKUM.com di lokasi acara yang dipandu moderator Brigita Manohara, turut hadir beberapa narasumber; Sandiaga Uno sebagai Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta, Mardani Ali Sera sebagai Wakil Sekretaris Jenderal DPP PKS, Roy Suryo sebagai Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Prof. Ahmad Erani Yustika sebagai Guru Besar FEB UB, Dirjen PPMD Kemendes, Bahlil Lahadalia menjabat Ketua Umum BPP HIPMI, Ferry. J. Juliantono sebagai Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Maruarar Sirait sebagai Ketua Umum Taruna Merah Putih.(bh/mnd) |