JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Mantan Asisten Teritorial (Aster) Kepala Staf TNI Angkatan Darat (Kasad) Mayjen TNI (Purn) Saurip Kadi menuding Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak serius menyelesaikan tragedi kemanusiaan di Mesuji, Lampung dan Sulawesi Selatan (Sumsel). Pasalnya, pembentukan tim gabungan pencari fakta (TGPF) Mesuji itu, hanya untuk berkelit dan lepas dari tanggung jawab.
"Jika memang Presiden SBY serius menuntaskan masalah itu, seharusnya juga mengerahkan Kementerian dan Lembaga Pemerintahan yang ada, sehingga kinerjanya bisa langsung diawasi DPR. Tapi TGPF yang hanya bertanggung jawab ke Presiden itu, hasilnya hanya untuk berkelit, bukan untuk mendapatkan hasil sebenarnya dan menyelesaikan masalah yang terjadi,” kata Saurip Kadi dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (3/1).
Menurut pendamping masyarakat korban insiden Mesuji itu, SBY terlihat berusaha menghindar dari tanggung jawab konstitusional dengan menghambur-hamburkan keuangan negara dan merusak sistem ketatanegaraan yang ada. Temuan TGPF ini, sejak awal dipastikan akan berbeda dengan fakta dan data lapangan yang ada. "TGPF versi pemerintah itu niatnya tidak menyelesaikan masalah,” tandasnya.
Diungkapkan Saurip, TGPF pimpinan Denny Indrayana hanya menyebutkan sembilan korban pada tiga lokasi di register 45, Desa Sri Tanjung, Mesuji, Lampung, dan Desa Sodong, Mesuji, Ogan Komering Ilir (OKI), Sumsel. Terlihat bahwa TGPF bekerja tidak berangkat dari persoalan yang dilaporkan rakyat. “Keberadaan TGPF hanya akan mengantar prajurit bawahan masuk penjara saja. TGPF bukan membongkar akar masalah penyebab tragedi kemanusian tersebut," ungkapnya.
Sementara itu, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindakan Kekerasan (Kontras) Haris Azhar mengusulkan, agar TGPF Mesuji yang diketuai Denny Indrayana dibubarkan. Tim ini hanya kepanjangan tangan pemerintah yang tidak terkait dengan penegakan hukum dan HAM. Apalagi setelah melihat rekomendasi awal yang dipaparkannya itu.
"Saya usulkan TGPF Mesuji dihentikan. Presiden dan Menkopolhukam harus mempercayakannya kepada Komnas HAM dengan menghasilkan rekomendasi yang tajam serta bersifat teknis," kata Haris Azhar.
Menurut dia, rekomendasi awal yang dikeluarkam TGPF tidak menyentuh penyalahgunaan kekuasaan negara. Sedangkan solusi yang diusulkan tidak dijelaskan siapa yang harus ditindaklanjuti. Padahal, rakyat sudah menagih, tapi hasilnya tidak ada yang tajam. “Masa polisi periksa polisi, sama saja jeruk makan jeruk,” jelas dia.
Haris juga menuturkan tim pencari fakta yang dibentuk untuk kasus Mesuji, lebih buruk dari tim sejenis yang dibentuk untuk persoalan lainnya seperti kasus Munir. "Jadi rekomendasi TGPF Mesuji tidak mengagetkan, melainkan lebih buruk dari tim lainnya. Mau jadi apa negara ini," imbuh Haris.
Seperti diketahui, TGPF Mesuji mengeluarkan enam rekomendasi, yakni mendorong percepatan proses hukum atas pelaku-pelaku utamanya yang menyebabkan korban jiwa di tiga wilayah tersebut; memberikan bantuan hukum kepada para tersangka tersebut, agar prosesnya berjalan adil, serta mengupayakan perlindungan saksi, pelapor, atau korban yang terkait dengan kejadian ini.
Selanjutnya, TGPF meminta pihak-phak bertanggung jawab memberikan bantuan pengobatan penuh kepada korban-korban yang sedang menjalani perawatan; mengantisipasi kemungkinan adanya penyebaran tenda di wilayah yang sedang ada masalah, khususnya di Register 45.
Berikutnya, perlu melakukan penegakan hukum kepada para spekulan tanah yang memanfaatkan situasi, khususnya di Register 45; dan terkait dengan penggunaan tenaga pengamanan swasta, perlu dilakukan evaluasi mengenai standar dan kualitas kerjanya.(tnc/bie)
|