JAKARTA, Berita HUKUM - Anggota Dewan Pembina Partai Golkar, Paskah Suzetta menjelaskan bahwa Golkar ini milik publik, termaktub ada di dalam Undang Undang ke-partaian yang menjelaskan, demikian utaranya saat memberikan pernyataan pada wartawan pada jumpa pers 'SOKSI, FKPPI dan Pemuda Pancasila Dukung Bamsoet Ketum Golkar Periode 2019-2024 Jelang Munas X' di bilangan Jakarta Pusat. Hotel Sultan, Jakarta. Rabu (20/11).
"Golkar ini bukan hanya milik pengurus atau anggotanya saja, namun ini milik publik. Golkar ini ada UU Kepartaian yang menjelaskan," jeals Paskah Suzetta.
Paskah Suzetta, yang juga merupakan perwakilan juru bicara Pemuda Pancasila (PP) mewakili Japto sebagai Ketum MPN PP itu merasa ingin berterus terang dan ingin sekali menyampaikan perihal tentang Rapimnas Golkar di Hotel Ritz Carlton Kamis (14/11) yang digelar pekan lalu di Jakarta..
"Perlu saya sampaikan pada publik, ada hal hal yang sebetulnya tak sejalan essensi Rapimnas itu sendiri," bebernya.
Partai ini dibiayai oleh APBN, dibiayai oleh rakyat melalui APBN, dimana pertahun menerima kisaran 18 miliar rupiah, timpalnya menambahkan.
Maka itulah, apa yang terjadi di Partai Golkar rakyat berhak melakukan koreksi. "Hasil Rapimnas Gokar kemarin sebenarnya gagal," ungkapnya.
Semisalnya saja dalam hal Pleno, menurutnya dimana ada pengurus pertanggungjawabannya mestinya diperiksa lagi, evaluasi kinerja pengurus tersebut, cetusnya.
"Pertanggungjawabannya bukan hanya mekanisme di anggota partai Golkar, namun ke Publik," tegasnya.
Selanjutnya, Paskah Suzetta juga seraya memberikan permisalan, jikalau dibangun SD Inpres dengan anggaran sebesar 18 miliar bakal ada berapa banyak dibangun itu, sindirnya.
Perlu diketahui, padahal essensi partai politik ini mengembangkan demokratisasi, yang menjadi tujuan individu berhak berbicara, tambahnya.
"Hasil Rapimnas Partai Golkar tidak sesuai dengan tujuan. Soalnya, kemarin hanya diarahkan ajang dukung mendukung Ketum Partai Golkar," bebernya.
"Seharusnya memberikan warna apa yang mesti dilakukan demi rakyat ke depan yang akan menjadi pembahasan di Munas," kata Paskah Suzetta itu mempertegas.
"Masyarakat mesti mengkritisi, hasil Rapimnas Golkar itu sebenarnya gagal. coba dilihat lagi, dimana ada pleno. mestinya dievaluasi lagi," ungkapnya.
Seperti misalnya, apa saja target-target dan program yang telah dijalankan bagi masyarakat. Pertanggungjawabannya bukan hanya mekanisme diantara para anggota partai Golkar.
Kemudian, menurut pandangan Paskah Suzetta bahwa, selama kepengurusan transisi 2018 -2019 yang dipimpin ketum Airlangga Hartarto, Dirinya merasa dan berterus terang acap kali banyak mekanisme Organisasi yang diatur dalam AD/ART, namun dilanggar.
"Peristiwa ini aja menjelang Munas yang akan datang. Dibiarkan saja dulu, ada nanti waktunya pergantiannya di Munas. Lihat saja nanti kinerjanya dinilai saat di Munas," pungkas Paskah Suzetta
Sementara, dilokasi yang sama, Robert Kardinal selaku Bendahara Umum (Bendum) Partai Golkar menerangkan bahwa partai Golkar memperoleh kisaran 108 rupiah per-suara.
"Maka itu, apabila sebelumnya mendapat 18 juta suara, hingga mendapat 18 miliar. Kini hanya memperoleh 17 miliar sekian, turun," tukasnya.
"Dan kemudian terkait dengan Keuangan Partai nantinya juga akan diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Publik boleh liat pembukuannya, karena kita memakai uang rakyat," tutup Robert.
Sebelumnya, Ketua FKPPI Ponco Sutowo juga menerangkan bahwasanya menjelang Munas adalah tonggak sejarah bagi Organisasi yang perlu dimanfaatkan sebaik baiknya.
Selaku Wakil Dewan Pakar Partai Golkar, Ponco mengatakan dirinya kerap memberikan arah sebaiknya kemana partai Golkar. "Partai Golkar dalam sejarahnya, tidak ada individual kepemilikannya, namun milik rakyat Indonesia sebagai hasil daripada kinerja dari para TNI di era tahun 1950 an yang berkiprah, agar adanya kekuatan sosial politik yang teguh membela ideologi Pancasila," jelasnya.
Disamping itu, harapnya dalam kajian peranan dan peran serta dalam FKPPI, serta pemahaman Ideologi Kader mengingatkan kalau Partai Golkar ini milik masyarakat, jangan sampai menjadi oligarki yang melayani orang perseorang.
Setelah Pemilu selesai, sebenarnya sudah tidak perlu khawatir soal pro dan kontra lagi. Golkar sebagai Organisasi umurnya sudah 55 tahun, menurutnya jangan hanya menjadi pertikaian orang perseorangan yang dimana hanya dijadikan kendaraan politik
"Golkar tidak boleh menjadi bagian dari masalah itu sendiri, namun menjadi pemecahan suatu masalah," ujar Ponco, ketum MPR pada tahun 1982 itu.(bh/mnd) |