JAKARTA, Berita HUKUM - Aksi kekerasan terhadap wartawan kembali terjadi, kali ini menimpa wartawan media online BeritaHUKUM.com, Habib Putra Darus (33), akibatnya Darus harus mendapat luka lebam dan jahitan di RS Fatmawati dari luka bacokan dikepala yang di deritanya, Darus diserang oleh belasan pria bekulit gelap yang tidak dikenal. Korban dikeroyok tepat di depan kantornya di Jalan Fatmawati No 4, Cilandak, Jakarta Selatan, Minggu (10/11) malam sekitar pukul 21.03 Wib.
Darus menambahkan, sejak awal, dia memang sudah merasa jika dirinya akan menjadi korban pengeroyokan. Sebelum keluar dari kantor, dia melihat ada dua orang yang tidak dikenal menguntitnya. Selanjutnya begitu dirinya selesai makan dan menuju kembali kekantornya, tiba-tiba dua orang yang awalnya meminta HB BlackBerry dengan nada memaksa.
"hee.... mana HP mu, mari hape mu itu," saya menolak dan sempat lawan.
"Pas saya melawan, ada temannya yang lain pada datang dan ikut ngeroyok saya, sehingga saya terjatuh tiga kali," ujar Putra Darus.
Akibat aksi pengeroyokan tersebut, wartawan yang biasa meliput di KPK dan Pengadilan Tipikor, Jakarta Selatan mengalami luka bacokan senjata tajam, dan hape BlackBerry nya raib di ambil para pelaku.
"Kepala saya robek dan dijahit lima jahitan di RS Fatmawati," ujar dia.
Menyikapi penganiayaan yang dilakukan sekelompok preman terhadap wartawan Putra Darus di depan kantornya, tadi malam, kami Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pers Republik Indonesia, (DPP SPRI), mengecam keras aksi premanisme tersebut yang sudah sangat meresahkan di Jakarta khususnya.
"Polisi harus segera menangkap pelakunya dan mengusut motif di balik penganiayaan tersebut," ujar Hance Mendagi Senin (11/11).
SPRI juga meminta aparat penegak hukum Polisi mengusut siapa dalang di balik aksi premanisme terhadap wartawan tersebut. Kuat dugaan penganiayaan itu terkait pemberitaan di media tempat korban Darus bekerja, karena itu terjadi di depan kantornya. "Kali ini polisi harus bertindak tegas, karena Kekerasan terhadap wartawan sudah sangat memprihatinkan dan sudah masuk pada tahapan hancurnya kebebasan pers. SPRI juga mengecam parlemen dan pemerintah yang terkesan hanya diam terhadap kondisi ini. Harus berapa banyak lagi jatuh korban kekerasan terhadap pers baru kemudian pemerintah dan parlemen bereaksi," tegas Hance.
"Selama ini penegakan hukum terhadap pelaku kekerasan terhadap pers terlalu lemah. Kejadian penganiayaan oknum TNI AU terhadap wartawan beberapa waktu lalu pun hanya berakhir dengan permintaan maaf. Padahal seharusnya hukum tetap ditegakan, meskipun korban sudah memaafkan pelaku," tuturnya.
Sementara, salah seorang rekan korban mengatakan, "Marilah membenahi UU Perlindungan Terhadap Pers ini, Indonesia telah menjadi negara paling tinggi kekerasan terhadap wartawan dan 'tercuek' terhadap nasib para wartawan / pers maupun awak media pemberitaan, haruskah insan pers kehilangan nyawanya lagi demi mencari berita dilapangan, agar segenap organisasi dan instansi terkait peduli dengan nasib wartawan pers" ujar salah seorang rekan sesama wartawan yang datang menjenguk korban di UGD RS Fatmawati tadi malam (10/11). (bhc/ink/put) |