JAKARTA, Berita HUKUM - Ketidakmandirian penyelenggara pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) Kabupaten Pamekasan mengakibatkan persoalan yang pada prinsipnya sederhana, justru menjadi rumit dan bertele-tele. Contohnya adalah nama ganda yang dimiliki calon wakil bupati (Cawabup) dari pasangan calon nomor urut 3 atas nama Halil alias Muhammad Khalil Asyari. Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Pamekasan menyatakan Khalil tidak memenuhi syarat karena memiliki nama ganda. Sehingga yang bersangkutan pun pada awalnya tidak ditetapkan oleh KPU Pamekasan sebagai peserta pemilukada.
Nama ganda yang sudah mendapatkan penetapan pengadilan, tidak dapat dikualifikasi sebagai persoalan administrasi persyaratan yang dapat menggagalkan seseorang untuk mengikuti pemilukada. Sepanjang semua persyaratan yang terdapat dalam UU Nomor 12 Tahun 2008 juncto Peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pencalonan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah telah dipenuhi, maka hak seseorang untuk menjadi peserta pemilukada tidak dapat dihalang-halangi.
“KPU provinsi dan atau KPU kabupaten atau kota tidak dapat menafsirkan sendiri ketentuan-ketentuan dimaksud selain yang termuat dalam peraturan dimaksud, apalagi penafsiran yang menimbulkan kerugian bagi warga negara yang mengajukan diri sebagai calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.”
Demikian keterangan Saldi Isra di hadapan persidangan Panel Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar (Ketua Panel), Hamdan Zoelva, dan Muhammad Alim, Kamis (31/01) siang bertempat di ruang sidang pleno lt. 2 gedung Mahkamah Konstitusi (MK). Persidangan kali ketiga untuk perkara Nomor 6/PHPU.D-XI/2013 ihwal perselisihan hasil Pemilukada Kabupaten Pamekasan Tahun 2013 yang diajukan oleh pasangan Kholilurrahman-Mohammad Masduki (Kompak) ini, beragendakan mendengarkan keterangan ahli dan pembuktian.
Saldi yang didaulat sebagai ahli oleh Pihak Terkait pasangan Achmad Syafii-Halil (Asri), lebih lanjut menerangkan, lembaga yang berhak menetapkan perubahan nama seseorang adalah pengadilan. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 52 UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan, “(1) Pencatatan perubahan nama dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan negeri tempat pemohon; (2) Pencatatan perubahan nama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana yang rnenerbitkan akta Pencatatan Sipil paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya salinan penetapan pengadilan negeri oleh Penduduk.”
Ketentuan tersebut mengatur dua peristiwa pokok, yaitu penetapan perubahan nama dan pencatatan perubahan nama. Penetapan perubahan nama dilakukan oleh pengadilan, sedangkan pencatatan perubahan nama dilakukan oleh badan pencatatan sipil. Kedua peristiwa tersebut merupakan dua peristiwa yang berbeda namun saling berhubungan.
Keabsahan perubahan nama ditetapkan oleh pengadilan. Artinya, perubahan nama sah sejak dikeluarkan penetapan pengadilan. Keabsahan perubahan nama bergantung pada kekuatan penetapan oleh pengadilan. “Ketika ketetapan sudah dikeluarkan, maka perubahan tersebut telah sah secara hukum dan telah boleh digunakan sekalipun belum dicetak dalam pejabat pencatatan sipil,” terang Saldi.
Saldi pun memaparkan pengalamannya ketika menjadi Tim Seleksi (Timsel) calon anggota KPU dan Bawaslu Tahun 2012. Menjelang batas akhir pendaftaran, beberapa orang mengubah namanya melalui putusan pengadilan. “Nama yang diubah melalui putusan pengadilan, digunakan oleh Timsel sebagaimana nama yang ditulis ketika pengumuman lulus di tahapan awal,” kisah saldi.
Fakta menunjukkan keabsahan nama wakil bupati pasangan calon nomor urut 3, telah ditetapkan oleh Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1B Pamekasan Nomor 191/Pdt.P/2012/PN.Pks Tanggal 1 November 2012. Putusan pengadilan pada intinya menyatakan bahwa Halil juga dikenal dengan nama lain yaitu Muhammad Khalil Asyari.
Dengan demikian, menurut Saldi, berdasarkan ketentuan UU Nomor 3 Tahun 2006, maka perubahan nama yang bersangkutan telah sah secara hukum. “Ahli berpendapat, Mahkamah berkewajiban mencegah orang-orang yang berupaya memenangkan proses pemilu melalui pengadilan, karena ini adalah pilihan rakyat, bukan pilihan para Hakim,” dalil Saldi.(mk/bhc/rby) |