BEKASI (BeritaHukum.com) – Sekitar 150 mantan buruh PT Kanefusa dengan pihak manajemen perusahaan tersebut, akhirnya bersepakat menempuh jalur kekeluargaan mengenai uang pesangon. Putusan hukum mengenai sengketa hubungan Industrial yang ditetapkan Mahkamah Agung (MA) melalui putusan kasasinya, juga disepakati untuk diabaikan kedua belah pihak.
"Langkah ini kami ambil, agar tidak ada yang pihak yang merasa dirugikan, baik Buruh maupun Perusahaan. Ini langkah bijak dalam menyelesaikan masalah hubungan industrial." Kata Ketua Pengurus Wilayah Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Barat, Dedi Wijaya dalam keterangan persnya bersama perwakilan Buruh, Disnaker serta Polresta Bekasi, di Hotel Grand Wisata, Tambun, Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (18/2).
Menurut Dedi, dengan adanya penyelesaian kekeluargaan ini, diharapkan ke depan tidak ada lagi permasalahan buruh dengan perusahaan, khususnya di Kabupaten Bekasi yang masuk ke ranah hukum. “Jika masuk ke ranah hukum, tentunya ada pihak yang kalah dan menang, ini jelas merugikan yang akhirnya terjadi perseteruan hingga berujung Aksi unjuk rasa. Tentu sangat merugikan kedua belah pihak,” imbuhnya.
Dedi yang juga merangkap sebagai pimpinan Apindo Kabupaten Bekasi—menyusul pembekuan sementara—mengungkapkan, pihaknya juga berterima kasih kepada Polresta Bekasi yang turut mengikuti proses sengketa PT Kanefusa hingga menemui solusi. Apalagi sengketa antara kedua belah pihak itu sudah berlangsung lama.
Dari kesepakatan yang dihasilkan, lanjut dia, didapat sejumlah keputusan penting. Hal itu antara lain pihak maajemen PT. Kanefusa bersedia membayar uang pesangon bagi mantan buruhnya yang berjumlah sekitar 150 orang sebesar tiga milyar dua ratus juta rupiah sesuai Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenakertrans). " Para mantan buruh juga berjanji tidak akan menggelar Aksi unjuk rasa lagi." Tandasnya.
Uang pesangon tersebut akan dibagikan kepada 150 pekerja yang selama ini aktif memperjuangkan hal ini. Besarannya bervariasi mulai Rp 4 juta sampai Rp 42 juta tergantung lama masa kerja masing-masing. Adapun para mantan pekerja berkewajiban menghentikan intimidasi kepada Pengusaha dan Karyawan perusahaan yang masih aktif bekerja. Semua atribut organisasi dan tenda yang didirikan di depan perusahaan selama unjuk rasa pun harus dibereskan.
Meskipun saat ini sengketa antara PT Kanefusa dan mantan pekerjanya tengah dalam proses peninjauan kembali atas Kasasi yang dikeluarkan MA, kedua belah pihak sepakat untuk tak berpegangan pada hal tersebut. Salinan kesepakatan pun akan diberikan kepada Pengadilan Hubungan Industri Pengadilan Negeri Bandung.
Mewakili perwakilan pekerja, Ketua PUK FSPMI PT Kanefusa Indonesia Agung Wahyono menerima hasil kesepakatan, meskipun jauh dari tuntutan yang selama ini diperjuangkan. "Hasilnya memang jauh dari keinginan kami, tapi ini memang jalan keluar terbaik," katanya.
Pasca selesainya sengketa ini, pekerja akan mencari pekerjaan di tempat lain. Sementara perusahaan milik investor Jepang tersebut tetap akan memproduksi Pisau Mesin Industri. "Kondisi perusahaan mulai membaik. Dengan selesainya persoalan ini, mudah-mudahan angka produksi bisa meningkat karena karyawan sudah bisa bekerja tenang," kata Indra Malella, mewakili perusahaan tersebut.
Seperti diketahui, Putusan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Bandung Jawa Barat, memenangkan pihak manajemen PT Kanefusa yang mem-PHK lebih dari 150 karyawan perusahaan tersebut. Kebijakan perusahaan yang memberikan pesangon sebesar dua kali itu dianggap sudah sesuai UU Nomor 13 Tahun 2003.
Namun, atas putusan yang dinilai kontradiktif dengan UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang Perselisihan Hubungan Industrial, Karyawan mengajukan Kasasi kepada MA pada Januari 2011 lalu. Sengketa tenaga kerja ini berawal dari proses pembahasan pendistribusian dan gaji antara pihak serikat pekerja dan manajemen PT Kanefusa Indonesia.
Dalam hal ini, kedua belah pihak belum mencapai kesepahaman dan pihak perusahaan terus membuka peluang negosiasi, namun Serikat Pekerja mengambil langkah drastis' melakukan Mogok. Perusahaan industri logam itu, akhirnya telah melakukan tindakan sewenang-wenang dengan melakukan PHK. Sebelum di-PHK, Karyawan yang vokal menyuarakan upah layak itu, tidak digaji dan tidak mendapatkan tunjangan.(dbs/eko)
|