JAKARTA, Berita HUKUM - Komposisi menteri dan wakil menteri dalam Kabinet Indonesia Maju (KIM) Jokowi-Amin sangat kental dengan kepentingan industri ekstraktif batu bara. Dari seluruh menteri dan pejabat setingkat menteri, serta wakil menteri yang terpilih, lebih dari sepertiganya teridentifikasi dalam berbagai tingkatan terhubung dengan bisnis pertambangan, terutama tambang batu bara.
Hal ini memperkuat temuan gerakan #BersihkanIndonesia, dalam laporan #BersihkanKabinet pada 19 Oktober kemarin [1]. Dalam laporan itu, terdapat 8 (delapan) nama yang potensial duduk di dalam kabinet yang terkait dan terlibat dalam bisnis tambang dan PLTU batu bara. Kini, pasca pengumuman KIM Jokowi-Amin, terdapat sejumlah nama lain yang juga terhubung, baik sebagai menteri, pejabat setara menteri dan wakil menteri. Dari 50 anggota KIM Jokowi-Amin, ada 19 nama masuk daftar #BersihkanKabinet. [2]
Beberapa nama baru antara lain, Juliari Peter Batubara (Menteri Sosial) , Wahyu Sakti Trenggono (Wakil Menteri Pertahanan), dan Budi Gunadi Sadikin (Wakil Menteri BUMN) yang diduga kuat terhubung dengan industri pertambangan pengolahan minyak, aluminium, dan emas. Salah satu yang paling jelas keterlibatannya di dalam bisnis batu bara adalah Menteri Agama Fachrul Razi yang memiliki jabatan strategis di grup Toba Sejahtra seperti yang disebutkan di dalam laporan Coalruption.
"Semakin kuatnya oligarki batu bara di dalam KIM saat ini menjadi indikasi sulitnya Jokowi untuk mendorong transisi energi dari batu bara ke energi bersih dan terbarukan dan membangun pemerintahan yang bersih dari korupsi politik batu bara. Masuknya tiga nama yang disebut dalam Laporan Coalruption di dalam kabinet yaitu Luhut Pandjaitan, Airlangga Hartarto, dan Fachrul Razi menunjukkan dengan jelas hal tersebut," kata Tata Mustasya, juru bicara #BersihkanIndonesia dari Greenpeace Indonesia.
Susan Herawati, juru bicara KIARA menambahkan: "Menteri Agama Fachrul Razi juga terkait dengan pertambangan di pulau-pulau kecil di Timur Indonesia dan pesisir. Ini berkaitan dengan investasi pariwisata yang membutuhkan banyak material untuk infrastruktur dan fasilitas seperti listrik. Kedua, produksi budidaya udang, mengingat Fachrul Razi adalah komisaris PT Central Proteina Prima Tbk. Kepentinganya ekspansi tambak udang di pesisir dan berpotensi akan babat habis mangrove. Artinya akan terus merampas ruang hidup masyarakat bahari."
Sebelum Pemilu 2019 berlangsung, JATAM mencatat 17 pebisnis tambang dan batubara berada di dua kubu kandidat capres. Setelah pengumuman kabinet, dukungan para pebisnis tambang dan batubara ini ditebus dengan diserahkannya 14 kursi menteri dan wamen pada para pebisnis tambang dan batu bara. Barisan pebisnis di kabinet ini melengkapi bagi-bagi kursi di MPR-DPR. Sekitar 45,5 persen atau 262 orang dari 575 anggota parlemen berasal dari kalangan pebisnis termasuk tambang dan batu bara.
"Komposisi Kabinet Indonesia Maju ini adalah bukti nyata betapa oligarki tambang memang menunggangi pesta demokrasi Pemilu dan Pilpres yang lalu, dan kini mereka memegang kekuasaan dan akan mengendalikan kebijakan untuk kepentingan mereka sendiri," ujar Merah Johansyah, Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM).
Sementara Mahfud MD, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan masuk dalam daftar #BersihkanKabinet walaupun tidak terlacak keterkaitannya dengan bisnis ekstraktif. Namun saat menjadi Ketua MK tahun 2012, ia dinilai berkontribusi ketika MK menolak gugatan masyarakat sipil atas Pasal 162 UU Mineral dan Batubara No 4 tahun 2009. Putusan MK ini mengekang masyarakat yang memperjuangkan hak mereka, dan perusahaan dengan mudah kriminalisasi masyarakat.
"Pemilu telah melegitimasi oligarki politik untuk mengendalikan seluruh kebijakan dan anggaran publik demi kepentingan mereka sendiri. Kini mereka bersiasat membayar jaminan politik demi melanggengkan bisnis dan investasi melalui pembahasan 'omnibus law', penyesuaian puluhan peraturan perundang-undangan agar sesuai dengan kepentingan mereka. Inilah bahaya besar kabinet ini," ujar Arip Yogiawan, juru bicara #BersihkanIndonesia dari YLBHI.
Sementara Tito Karnavian (Menteri Dalam Negeri) muncul dalam daftar karena komentarnya yang akan mempermudah urusan investasi [3]. Belakangan, mantan Kapolri ini kembali jadi sorotan setelah video CCTV di ruang penyidik KPK diekspos. Di sejumlah media, dugaan perusakan lembaran pada buku merah itu berisi transaksi mencurigakan yang mengaitkannya pada Tito.
Pekerjaan rumah Jokowi dari periode pemerintahannya yang lalu masih menumpuk. Terutama untuk transisi masa depan Indonesia ke energi bersih, adil dan terbarukan yang berperspektif pemulihan. Kepentingan keuntungan sesaat industri batu bara yang kembali masuk ke dalam kabinet tidak hanya akan mempersulit penuntasan PR tersebut.
"Ini juga jadi ujian apa yang akan diwariskan Jokowi-Amin dengan komposisi kabinet oligarki ini. Rakyat harus bersatu dan terus bergerak untuk memastikan bahwa kita tidak meninggalkan warisan kehancuran alam dan polusi beracun bagi generasi mendatang," kata Ahmad Ashov Birry, juru bicara #BersihkanIndonesia dari Trend Asia.(jatam/bh/sya) |